Desa yang sekarang bernama desa Dedap Kecamatan Putri Puyu Kabupaten kepulauan Meranti yang dulunya pada masa awal membangun sebuah desa terdapat hazanah cerita yang harus diceritakan sebagai pedoman hidup. Cerita ini bermula dari keluarga miskin yang terdiri dari kepala keluarga bernama Ujang dan isterinya Topang serta anaknya Dedap atau panggilan manja oleh ibunya adalah Panggang karena Dedap suka makan makanan yang di panggang.
Ekonomi yang lemah dan hasil kebun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari membuat Dedap yang sudah tumbuh dewasa bersama temannya harus pergi ke hutan belantara Pulau Padang untuk mencari rotan dan berburu.
Disuatu hari Dedap dan alang pergi ke hutan berburu kekah dan burung dengan membawa sumpitan yang biasa dilakukannya. Di tengah hutan cuaca menjadi mendung dan gelap, tidak lama kemudian gerimis mulai berjatuhan, Dedap dan alang bersiap membuat tempat berlindung dengan daun pinang hutan dan terperangkap dalam hujan yang deras.
Dedap dan Alang tidak bisa berbuat apa-apa lagi yang dilakukan hanya bisa termenung, dalam khayalan Dedap teringat akan kecantikan si lindung Bulan. Hujan semakin deras hari semakin malam Alang mengajak Dedap pulang meski tidak mendapatkan hasil perburuan.
Tiba di rumah dengan tubuh basah kuyup Dedap mebersihkan tubuhnya dan mengantikan pakaiannya. Di malam itu Dedap tidak bisa memejamkan mata karena selalu terbayang si Lindung Bulan gadis desa yang cantik jelita tinggal di desa tanjung padang putri Batin Tenggoro yang juga orang kaya di Tanjung Padang.
Keesokan harinya Dedap segera berangkat ke Tanjung padang untuk menyatakannya cinta kepada gadis pujaan hatinya. Tiba disana Dedap berkeliling mencari si Lindung Bulan, terlihat dikeramaian tempat membuat anyaman atap dari daun rumbia si Lindung Bulan tertawa bahagia bersama teman-temannya. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Dedap dan dia pun menyatakan cintanya kepada si Lindung Bulan.
Dengan tersipu malu si Lindung Bulan menerima cinta Dedap, betapa bahagianya yang dirasakan oleh Dedap pada hari itu. Dengan hati yang berbunga-bunga Dedap kini menjadi anak yang ceria dan rajin menolong Orang tua, patuh, taat dan tidak pernah membantah kata-kata orang tuanya.
Dedap kembali ingin berjumpa si Lindung Bulan untuk mengobati kerinduannya dengan menggunakan sampan. Tiba Tanjung Padang Dedap melintasi di kediaman Batin Tenggoro untuk melihat si Lindung Bulan, ternyata si Lindung Bulan menunggu kedatangan Dedap selama ini.
Bagaikan pungguk merindukan bulan mereka pun bercumbu mesra. Masyarakat yang melihat pasangan kekasih itu mulai menjadi bahan pembicaraan sehingga terdengar oleh Jelutung pemuda Tanjung Padang yang juga menyimpan rasa terhadap si Lindung Bulan. Jelutung menyuruh anak kecil untuk bisa bertemu empat mata dengan Dedap.
Dengan berat hati si Lindung Bulan pulang karena dia tidak rela melepaskan Dedap sendirian untuk bertemu dengan Jelutung. Di suatu tempat tersembunyi Dedap bertemu Jelutung yang sombong, angkuh dan kasar cara memperlakukannya sehingga Dedap dipukul oleh Jelutung dan teman-temannya. Dedap dalam keadaan babak belur diancam oleh Jelutung agar tidak mengganggu si Lindung Bulan lagi.
Dedap pulang dengan perasaan gundah gulana karena kecewa cintanya terhalang dan tergores luka yang tidak mungkin dilupakan. Dedap yang dulu periang sekarang berubah menjadi anak yang pendiam, suka termenung sendiri. Waktu terus berlalu, Dedap sudah tidak kuat lagi mengurung diri dirumah dan timbul rasa ingin bunuh diri begitu juga yang dirasakan oleh si Lindung Bulan.
Dedap yang kecewa merasa hina dan tidak berdaya membuat Dedap ingin merantau dinegeri orang untuk bisa merubah nasibnya. Dedap pun mengutarakan keinginannya kepada kedua orang tuanya. Di malam hari Dedap menemui ayah dan ibunya. Dedap pun berkata. “Wahai ibu dan ayah. Telah lama aku ingin merantau untuk mengadu nasib di negeri orang, jika aku jadi orang yang berhasil pasti aku akan pulang”. “Berat rasanya hati ini melepaskan engkau anak semata wayangku”. Jawab Ibu. “lagi pula nak, disini maupun ditempat orang tidak ada bedanya”. Kata ayahnya pula.
Kembali Dedap menjawab. “Tapi keadaan disini dengan suasana disana berbeda, jika disini kita masih malu mengerjakan sesuatu, tetapi di rantauan akan lebih gigih karena rasa rindu akan halaman kampung mendorong semangat untuk mencari rezeki yang lebih”.
Perdebatan berlangsung lama antara anak dan orang tuanya, sehingga ibu dan ayahnya merelakan Dedap pergi merantau. Dengan berbekalkan nasehat dan petuah dari ibu dan ayahnya, Dedap nekad pergi berlayar dengan menggunakan kapal tongkang yang sudah biasa singgah di desanya untuk membeli rotan dan hasil hutan serta membawa penumpang yang hendak pergi ke singapura dan melaka (malaysia).
Dedap yang masih berumur 12 tahun pergi merantau tanpa membawa uang tetapi hanya perbekalan makanan kesukaan Dedap yang dimasak oleh ibunya berupa panggang kukah (sejenis burung yang dipanggang) dan pais keluang (sejenis kelelawar berukuran besar yang dibungkug menggunakan upih daun pinang dan dipanggang). Di dalam kapal Dedap mencoba membantu pekerjaan seperti memasak, mencuci piring, menimba air, mengangkat barang serta melayani penumpang yang memerlukan bantuan.
Tanpa disadari ada saudagar cina yang kaya selalu memperhatikan Dedap, sehingga dia mulai tertarik untuk mempekerjakan Dedap di toko barang pecah belah miliknya yang berada di Singapura. Dedap yang teringat akan nasehat orang tuanya bahwa apabila di negeri orang jangan lupa mencari Induk Semang (pengganti orangtua/ jadi anak angkat) dedap pun setuju ajakan dari Saudagar Cina tersebut. Tiba di singapura saudagar cina membawa Dedap ke tempat usahanya, disana Dedap diberi syarat dan ketentuan disamping itu juga gaji perbulan serta makan, tempat tinggal serta pakaian Dedap ditanggung oleh Saudagar Cina. Setelah menyetujui segala persyaratan yang diberikan oleh saudagar cina, dedap pun mulai bekerja sebagaimana semestinya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun usaha Saudagar Cina makin maju dan makin berkembang. Karena kerja keras dan kejujurannya, Dedap diangkat menjadi orang kepercayaan Saudagar Cina. Saudagar Cina yang telah tua dan tidak bisa lagi mengurus segala urusan untuk kelancaran usahanya sehingga memaksa untuk mengumpulkan kelurganya termasuk Dedap dengan tujuan membicarakan tentang pembagian harta. Gaji Dedap yang terkumpul selama 8 tahun akan dibagikan serta Dedap mendapatkan 1/3 dari harta kekayaan Saudagar Cina dan 2/3 untuk keluarga Saudagar Cina.
Sudah hampir 10 tahun lamanya Dedap merantau, timbul dibenaknya rasa ingin pulang kekampung halaman. Meskipun saudagar cina kembali mengajak Dedap untuk tetap tinggal dan melanjutkan usahanya tetap saja ditolak oleh Dedap.
Beberapa waktu yang tidak lama Dedap yang sudah memiliki kapal tongkang sendiri membuat pekerjaan dengan Saudagar Tinggi sehingga Dedap merubah namanya dengan panggilan Saudagar Muda. Setelah 3 bulan menjalin hubungan kerja yang baik bersama Saudagar Tinggi dan usahanya pun mendapat keuntungan yang besar. Saudagar Tinggi berniat untuk menjodohkan Dedap dengan anaknya yang bernama Putri linggi.
Keinginan Dedap pun tercapai untuk segera mendapatkan pendamping hidup. Akhirnya diadakan acara pernikahan antara Dedap dan Putri Linggi yang berlangsung selama seminggu dengan beraneka ragam acara. Sebagai pengantin baru, Saudagar Tinggi menghadiahkan sebuah kapal pesiar yang dibuat seperti layaknya sebuah istana untuk berbulan madu.
Setelah beberapa bulan berlayar sampai memasuki Selat Bengkalis, kapal tersebut harus berlabuh di Tanjung Sekodi karena menunggu air pasang baru bisa masuk ke Selat Bengkalis. Dari kejauhan seorang anak buah kapal melihat perahu kecil menuju ke kapal pesiar dan berusaha merapat. Ternyata didalam perahu kecil ada seorang wanita cantik yang dengan sengaja diantar oleh nelayan untuk meminta bantuan, dengan alasan bahwa perbekalan air minum di kapalnya yang berada di sebalik pulau Bengkalis telah habis.
Dedap pun mulai menunjukkan kebolehannya sebagai pelaut sejati dengan menjatuhkan lingkaran rotan saga ke air laut dan menyuruh wanita itu mengambil dan meminumnya, di dalam lingkaran rotan saga tersebut air laut bisa berubah menjadi air tawar yang bisa diminum. Wanita itu pun tertarik atas kebolehan Dedap sehingga dia mulai menggoda Dedap karena wanita itu adalah Sri Jawa yang selalu mengejar Saudagar Muda yang menjadi targetnya.
Dedap pun tergoda sehingga Sri Jawa dijadikannya istri yang kedua, sementara putri linggi tidak bisa berbuat banyak karena Putri Linggi sedang hamil. Beberapa hari kemudian Dedap memerintahkan agar berlayar masuk ke Selat Bengkalis karena dihati Dedap ingin menjenguk orang tuanya tetapi tidak diberitahu kepada siapapun tentang niatnya itu. Selain dari itu Dedap ingin menunjukkan kepada semua orang di kampungnya bahwa Dedap yang dulunya selalu dihina dan dicaci maki. Keangkuhan dan kesombongan mulai timbul di benak Dedap.
Setelah kapal Dedap berlabuh di salah satu muara sungai. Dedap memerintahkan 2 orang anak buah kapal untuk mengambil air taawar untuk perbekalan minum. Dengan waktu yang tidak begitu lama, tersebar kabar keseluruh kampung tentang kepulangan Dedap yang sudah kaya raya dan terdengar oleh kedua orang tuanya.
Mendengar berita tersebut orang tua Dedap bersiap-siap untuk bertemu anak semata wayangnya yang sudah lama dirindukannya. Dengan membawa masakan kesukaan Dedap yaitu Panggan kukah dan Pais Keluang, langsung saja kedua orang tuanya turun kelaut. Didalam perahu kecil kedua orang tuanya terbayang betapa gagah dan tampan Dedap.
Apabila perahu kecil mendekat kapal Pesiar, kedua orang tuanya yang sudah tua, kulit berkedut dan berpakain kumuh dimatanya berkaca-kaca tanda kerinduan bercampur kebahagian sehingga menjadi salah tingkah. Datang anak buah kapal menanyakan maksud kedatangan orang tua ini. Ibu Dedap menjawab. “Kami ingin menemui anak kami Si dedap”. Anak buah kapal kembali menjawab. ”Bapak dan Ibu sabar ya! Saya akan beritahu kepada tuan Saudagar Muda dulu”.
Dengan bantuan Ali yang juga penduduk sekitar, ibu dan ayah Dedap berangkat untuk menemui anaknya yang selama ini disangka telah mati karena sudah bertahun lamanya tidak memberi kabar.
Dedap yang masih memperlihatkan keangkuhannya berdiri ditepi kapalnya, sang ibu pun berteriak memanggil Dedap : “Dedap, Dedap anakku! Ini ibumu dan ayahmu datang nak!”. Dedap yang sebenarnya sudah tahu kedatangan orang tuanya dan mendengar panggilan untuknya tetapi Dedap berpura-pura tidak tahu.
Dedap yang melihat orang tuanya datang dan semakin mendekat, lalu Dedap berpaling kebelakang sambil bercerita dengan istrinya. Sementara istrinya mengetahui orang tua itu memanggil suaminya itu Dedap, istri Dedap pun menyuruh Dedap untuk menjawab. “Perempuan tua itu memanggil dirimu Dedap dan dia mengaku sebagai orang tua mu”. Kata Putri lingga. “Ah, engkau jangan percaya! Tidak mungkin ibuku seperti itu.”
Ali yang bersama orang tuanya berkata. ”Wahai Saudagar Muda! Bukankah kamu bernama Dedap?” Dedap menjawab dengan mata melotot “Ada apa?”. “ini ibu dan ayahmu mau menyongsong kedatangan anaknya dengan membawa makanan.” Kata Ali. “ Tidak! Mereka bukan orang tuaku”. Jawab Dedap dengan lancang.
“Benar nak ini orang tuamu, tidak ingatkah kamu ketika kamu ingin merantau, kami menyiapkan kamu makanan kesukaanmu nak” . Kata ibunya sambil memberinya makanan kesukaan Dedap, tetapi Dedap malah menolak makanan itu sehingga makanan tersebut jatuh beserta ibunya.
“Benar Dedap! Kami orang tuamu, cobalah engkau lihat dengan baik-baik Dedap” Kata ayahnya beriba-iba. “Tidak mungkin! Orang tuaku sudah mati”. Jawab Dedap yang sedang malu pada istrinya karena keadaan orang tuanya. “tidak Dedap, kami masih hidup, karena dilanda penderitaan yang berkepanjangan sehingga membuat kami menjadi begini”. Kata ibunya sambil menangis.
“Dedap, ini aku Ali, teman dekat rumahmu. Ingatlah Dedap mereka memang orang tuamu” kata Ali. “Bang! bang! Barangkali benar itu orang tua abang”. Kata istri Dedap. “Tidak! Orang tuaku telah mati, mereka ini orang gelandangan yang melihat aku telah kaya dan mengaku sebagai orang tuaku”.
Pertengkaran yang semakin memuncak itu menyebabkan semakin banyak orang berdatangan. Dedap yang ingin menjauhkan diri dari kerumunan orang banyak, akan tetapi sang ibu yang sangat rindu akan si Dedap bergantung memegang celana Dedap dan berkata.” Aku ini ibu yang mengandung dan menyusukanmu.” “Dusta, bangsat tidak tahu diuntung”. Seru Dedap sambil menolak ibunya sehingga tersungkur.
Ali datang membantu sang ibu berdiri dan berkata. “sabarlah ibu, jika dia tidak mengakui, apa boleh buat”. “atau engkau bukan anakku?” Kata ibunya yang sedang marah. “Ya! Aku bukan anakmu” jawab Dedap. “Coba engkau perlihatkan ada bekas luka besar dibetis kirimu karena terkena kaca sewaktu kamu masih kecil”. Kata sang ibu yang makin marah.
Sejenak Dedap berdiam diri, istrinya pun berkata “Memang benar apa yang dikatakan ibu itu”. “Kalau tidak percaya, mari kita sama-sama saksikan” kata ibunya. “mengakulah bang, tidak perlu malu”. Kata istrinya. “Menurut kami lebih baik Saudagar Muda mengakui bahwa mereka orang tuamu yang sebenarnya”. Kata salah seorang anak buah kapalnya.
“Mana mungkin kalian semua lebih tahu dari pada aku, tidak mungkin aku yang setampan dan sekaya ini memiliki orang tua sejelek dan sebangsat mereka”. Bentak Dedap. “tidak ingatkah engkau ketika ingin merantau aku bekali kau dengan panggang kukah dan pais keluang”. Kata ibunya sambil menangis. “jika dia tidak mau mengaku, tidak perlu dipaksa”. Kata ayahnya.
“Memang aku tidak akan mengakui kalian orang tuaku, karena orang tuaku telah mati, kalian ini bangsat, penipu dan hanya mengharapkan harta kekayaanku, pergi! Pergi kalian dari sini!”. Seru Dedap sambil menolak ayah dan ibunya turun dari kapal.
Mengalami perlakuan Dedap yang durhaka itu kedua insan yang malang pulang dengan kekecewaan yang mendalam. Tiba di muara sungai, sang ibupun mengadahkan tangan seraya berdoa kepada Tuhan : “Wahai Tuhan Yang Maha Kuasa dengarkanlah pengaduan hambamu ini. Engkau Yang Mengetahui. Aku yang telah mengandung anakku selama 9 bulan dengan bersusah payah dan telah melahirkanya dengan menyambung nyawa serta aku korbankan air susuku untuk membesarkannya. Kami pelihara dia dengan penuh kasih sayang”. “Tidakkah aku relakan air susuku yang dihisap oleh Dedap bertahun-tahun”. Kata sang ibu murka sambil mengoyangkan kedua susunya dan mengangkat kelangit.
“Engkau timpakan malapetaka yang maha dahsyat kepada anakku Dedap Durhaka. Engkau Yang Maha Perkasa dan Maha Adil”. Siap ibunya berdoa, tibalah angin kencang disertai kilat dan petri menyambar, kapal pesiar bagaikan istana berjalan ikut berputar-putar dibawa angin kencang dan hampir karam serta menenggelamkan perahu kecil milik orang tuanya yang sampai saat ini di muara sungai Desa Dedap terdapat beting yang hampir menutupi muara tersebut.
Dedap pun berseru memohon ampun pada ibunya tetapi ibunya tidak peduli. Sang ayah yang merasa kasihan atas musibah yang menimpa Dedap menyuruh istrinya agar mengampuni Dedap. Angin semakin kencang kapal Dedap bersama 12 orang penumpang tenggelam ditelan lautan. Setelah beberapa lama tepat pada tenggelamnya kapal Dedap timbullah pulau yang bernama Pulau Dedap dan beberapa tahun kemudian di atas pulau tersebut tumbuh pohon pelam atau mangga bercabang 2. Cabang yang pertama tumbuh mengarah kelaut dan buahnya terasa asam dan cabang satunya lagi mengarah ke darat dan buahnya terasa manis.
Buah mangga yang terasa asam menggambarkan ibunya yang terlanjur sakit hati tidak mau mengampuni anaknya sedangkan buah mangga yang terasa manis tersebut menggambarkan ayah Dedap yang masih punya rasa belas kasihan dan mau mengampuni anaknya.
Semoga cerita ini menjadi pedoman bagi generasi muda untuk tetap selalu menghormati dan menyayangi orang tua.
Kisah Cerita Hidupku
Senin, 10 Agustus 2015
Cerita Rakyat Bengkulu - Batu Amparan Gading
Pada suatu masa, hiduplah seorang raja bernama Raja Muda. Permaisurinya bernama Putri Gani. Mereka dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Kehidupan rumah tangga mereka sangat bahagia.Halaman istana mereka sangat luas dihiasi taman bunga yang tertata rapi. Dihalaman depan terdapat sebuah batu besar yang datar permukaannya, berwarna kuning gading, bernama Batu Amparan Gading.
Di kala sore hari, sangat sering Raja muda beserta Putri Gani dan anak-anaknya duduk bersantai. Mereka bercengkerama di atas Batu Amparan Gading itu.
Nasib malang yang menimpa keluarga Raja Muda beserta Putri Gani tidak dapat di tolak. Istrinya yang tercinta Putri Gani sakit, kemudian meninggal dunia. Rasa sedih dan pilu hati Raja Muda semakin mendalam melihat kedua anaknya yang masih kecil, tiada lagi belaian kasih sayang ibu tercinta.
Hari demi hari berlalu. Raja Muda beristri lagi. Ia menikah dengan seorang putri Raja Hulu Sungai. Kedua anaknya telah memiliki ibu kembali, walau ibu tiri.
Pada awal pernikahan, istri Raja Muda yang baru sangat baik kepada kedua anak tirinya.
Kehadirannya di tengah-tengah keluarga Raja Muda menjadi penghibur bagi kedua anak tirinya.
Akan tetapi, suasana ceria yang dirasakan kedua anak kecil itu tidak berlangsung lama. Segala gerik dan tingkah laku mereka mulai tidak disenangi oleh ibu tirinya. Ibu tiri mereka mulai nyinyir dan sering marah kepada mereka. Apa saja yang mereka inginkan dan lakukan selalu salah. Lebih menyedihkan lagi jika Raja Muda tidak di istana, mereka sering tidak diberi makan oleh ibu tiri mereka. Kalaupun diberi, hanya sedikit. Sehingga mereka tetap merasa lapar. Kasih sayang seorang ibu yang mereka harapkan tidak dapat mereka rasakan lagi. Bersenda gurau di atas Batu Amparan Gading bersama orang tua pun tidak pernah mereka lakukan lagi.
Pada suatu hari, ibu tiri mereka pergi ke luar istana. Ayah mereka pun sudah sejak pagi tidak berada di istana. Kakak beradik ini belum diberi sarapan oleh ibu tirinya. Lalu, mereka pergi ke halaman dan bermain-main di atas Batu Amparan Gading. Sejenak bermain, perut mereka terasa amat lapar, mereka ingin makan, tetapi tidak mungkin sebab semua makanan disimpan ibu tiri di dalam lemari makan.
Untuk sekadar melupakan rasa lapar, sang kakak berkata, "Dik, kau tunggu sebentar di tempat ini, ya. Kakak akan mencoba keluar untuk mencari mainan dan makanan."
Sang adik menjawab, "Baiklah, Kak, Pergilah."
Sambil membawa seruas bumbung, kakaknya pun pergi sendiri. Setelah berjalan sendiri, ia sampai ke tempat orang sedang menumbuk padi. Katanya, "Ibu, bolehkan saya meminta melukut (serpihan beras) sedikit untuk makanan ayam saya?"
"Boleh, Nak, Ambillah!" kata ibu itu.
Anak itu mengambil melukut dan memasukkannya ke dalam bumbung yang dibawanya tadi, lalu pergi.
Di dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seekor bengkarung. Bengkarung itu ditangkapnya untuk mainan. Setelah itu, terlihat pula bunga dadap berguguran ke tanah. Ia pungut mainan itu untuk mainan adiknya.
Tidak berapa lama, ia pun sampai kembali di tempat adiknya yang sedang bermain. Mereka berdua kembali bermain dengan asyik.
Sementara asyik bermain, ibu tiri mereka pulang. Terlihat olehnya bekas permainan mereka berserakan di atas Batu Amparan Gading. Timbul kesangsian ibu tiri mereka. Ia melihat remah-remah bekas makanan di antara mainan yang ada di situ. Tampak pula biji puar (sejenis tumbuhan hutan) nasi, disangkanya remah nasi; bunga dadap merah disangkanya kulit udang; serta sisik bengkarung disangkanya sisik ikan. Tidak ragu lagi di dalam pikirannya, bahwa kedua anak tirinya itu mencuri makanan.
Serta merta kemarahan ibu tiri mereka pun timbul. Ia mencerca kedua anak tirinya itu habis-habisan. Bahkan kedua anak itu dipukul sekuat-kuatnya. Walaupun kedua anak tirinya sudah menjerit kesakitan minta dikasihani, ia tidak menghiraukan. Ia tetap saja memukul mereka sampai puas. Sesudah itu, ia pulang ke istana.
Adapun kedua anak tirinya tetap berada di atas Batu Amparan Gading. Badan mereka terasa sakit dan letih. Akhirnya mereka berdua tertidur nyenyak di situ.
Beberapa saat kemudian, kakaknya terbangun dari tidur. Ingat akan kekejaman perangai ibu tirinya, air matanya kembali meleleh ke pipi sambil memandang adiknya yang masih tertidur nyenyak. Sedih hatinya mengenang nasibnya yang sangat malang itu. Ingin rasanya ia pergi menjauh dari tempat itu, tetapi tidak berdaya. Ia hanya berharap agar penderitaannya dapat segera berakhir. Dengan air mata berlinang-linang ia meratap sedih sambil mengucapkan kata-kata;
Entak-entak bumbung seruas
Meninggilah batu Amparan Gading
Mak dan Bapak buruk makan
Kami hendak pulang ke pintu langit
Puar nasi disangka nasi
Bunga dadap disangka udang
Sisik bengkarung disangka ikan
Kami dituduh maling makan
Dengan kehendak Yang Maha Kuasa, Batu Amparan Gading yang didudukinya itu meninggi. Dengan penuh keheranan dicobanya lagi mengucapkan kata-kata tadi. Batu Amparan Gading pun bertambah tinggi.Lalu, ia pun mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang. Setiap diucapkannya, Batu Amparan Gading pun semakin tinggi.
Sementara itu, Raja muda kembali dari perjalanan. Dengan sangat terkejut bercampur heran, dilihatnya Batu Amparan Gading di halamannya sudah menjadi tinggi. Pada saat itu, batu tersebut sudah jauh lebih tinggi dari puncak bubungan istananya. Bertambah pula keheranannya setelah melihat kedua anak yang sangat disayanginya berada di atas batu itu.
Ia sangat cemas dan merasa takut jika anaknya terjatuh dari tempat setinggi itu. Ia pun segera menabuh kentongan, memanggil semua orang yang ada di sekitarnya untuk meminta pertolongan.
Orang banyak segera berdatangan dan berusaha memberikan pertolongan. Ada yang mencoba menghancurkan bagian pangkal batu itu dengan berbagai penokok (pemukul). Ada yang mencoba mendorong batu itu untuk merobohkannya. Ada pula yang berusaha memanjatnya. Akan tetapi, semua usaha mereka itu gagal dan sia-sia belaka. Batu Amparan Gading tetap berdiri dan semakin tinggi saja. Akhirnya, mereka putus asa dan pasrah sambil menyaksikan Batu Amparan Gading yang semakin tinggi itu.
Raja Muda termenung berdiam diri tenggelam dalam kesedihan yang menimpanya berulang-ulang. Terlintas dalam benaknya, kesalahan apakah gerangan yang telah dilakukannya sehingga ia harus menerima cobaan ini. Adapun kedua anaknya tadi semakin tinggi saja keberadaannya, sejalan dengan ungkapan kesedihan yang diucapkan berulang-ulang. Akhirnya mereka sampai ke pintu langit. Ketika mereka tiba disana, pintu langit sedang tertutup. Dengan susah payah mereka mencoba membukanya, tetapi tidak bisa.
Secara kebetulan, pada saat itu seekor burung garuda lewat di tempat itu. Mereka meminta pertolongannya dan memberi upah sebumbung melukut. Burung garuda menyanggupi permintaan mereka itu.
Dengan mematukkan paruhnya yang besar dan tajam, pintu langit pun terbuka. Kakak beradik itu langsung melangkah masuk ke langit menuju tempat kediaman yang penuh kedamaian dan ketentraman yang abadi.
Setelah mereka naik ke langit, dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa pula, Batu Amparan Gading kembali merendah seperti semula.
Tinggallah ayahanda tercinta, Raja Muda, bersama istrinya yang durjana, dan Batu Amparan Gading sebagai saksi bisu yang tetap setia menghias halaman istana.
Kesimpulan
Cerita Batu Amparan Gading ini adalah cerita rakyat yang berkembang di daerah Kabupaten Bengkulu Selatan sejak Zaman dahulu. Diceritakan sebagai hiburan bagi anak-anak menjelang tidur di malam hari.
Secara ringkas, pesan cerita ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa selalu akan memberikan bantuan kepada hamba-Nya yang tidak berdosa yang sedang teraniaya.
Di kala sore hari, sangat sering Raja muda beserta Putri Gani dan anak-anaknya duduk bersantai. Mereka bercengkerama di atas Batu Amparan Gading itu.
Nasib malang yang menimpa keluarga Raja Muda beserta Putri Gani tidak dapat di tolak. Istrinya yang tercinta Putri Gani sakit, kemudian meninggal dunia. Rasa sedih dan pilu hati Raja Muda semakin mendalam melihat kedua anaknya yang masih kecil, tiada lagi belaian kasih sayang ibu tercinta.
Hari demi hari berlalu. Raja Muda beristri lagi. Ia menikah dengan seorang putri Raja Hulu Sungai. Kedua anaknya telah memiliki ibu kembali, walau ibu tiri.
Pada awal pernikahan, istri Raja Muda yang baru sangat baik kepada kedua anak tirinya.
Kehadirannya di tengah-tengah keluarga Raja Muda menjadi penghibur bagi kedua anak tirinya.
Akan tetapi, suasana ceria yang dirasakan kedua anak kecil itu tidak berlangsung lama. Segala gerik dan tingkah laku mereka mulai tidak disenangi oleh ibu tirinya. Ibu tiri mereka mulai nyinyir dan sering marah kepada mereka. Apa saja yang mereka inginkan dan lakukan selalu salah. Lebih menyedihkan lagi jika Raja Muda tidak di istana, mereka sering tidak diberi makan oleh ibu tiri mereka. Kalaupun diberi, hanya sedikit. Sehingga mereka tetap merasa lapar. Kasih sayang seorang ibu yang mereka harapkan tidak dapat mereka rasakan lagi. Bersenda gurau di atas Batu Amparan Gading bersama orang tua pun tidak pernah mereka lakukan lagi.
Pada suatu hari, ibu tiri mereka pergi ke luar istana. Ayah mereka pun sudah sejak pagi tidak berada di istana. Kakak beradik ini belum diberi sarapan oleh ibu tirinya. Lalu, mereka pergi ke halaman dan bermain-main di atas Batu Amparan Gading. Sejenak bermain, perut mereka terasa amat lapar, mereka ingin makan, tetapi tidak mungkin sebab semua makanan disimpan ibu tiri di dalam lemari makan.
Untuk sekadar melupakan rasa lapar, sang kakak berkata, "Dik, kau tunggu sebentar di tempat ini, ya. Kakak akan mencoba keluar untuk mencari mainan dan makanan."
Sang adik menjawab, "Baiklah, Kak, Pergilah."
Sambil membawa seruas bumbung, kakaknya pun pergi sendiri. Setelah berjalan sendiri, ia sampai ke tempat orang sedang menumbuk padi. Katanya, "Ibu, bolehkan saya meminta melukut (serpihan beras) sedikit untuk makanan ayam saya?"
"Boleh, Nak, Ambillah!" kata ibu itu.
Anak itu mengambil melukut dan memasukkannya ke dalam bumbung yang dibawanya tadi, lalu pergi.
Di dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seekor bengkarung. Bengkarung itu ditangkapnya untuk mainan. Setelah itu, terlihat pula bunga dadap berguguran ke tanah. Ia pungut mainan itu untuk mainan adiknya.
Tidak berapa lama, ia pun sampai kembali di tempat adiknya yang sedang bermain. Mereka berdua kembali bermain dengan asyik.
Sementara asyik bermain, ibu tiri mereka pulang. Terlihat olehnya bekas permainan mereka berserakan di atas Batu Amparan Gading. Timbul kesangsian ibu tiri mereka. Ia melihat remah-remah bekas makanan di antara mainan yang ada di situ. Tampak pula biji puar (sejenis tumbuhan hutan) nasi, disangkanya remah nasi; bunga dadap merah disangkanya kulit udang; serta sisik bengkarung disangkanya sisik ikan. Tidak ragu lagi di dalam pikirannya, bahwa kedua anak tirinya itu mencuri makanan.
Serta merta kemarahan ibu tiri mereka pun timbul. Ia mencerca kedua anak tirinya itu habis-habisan. Bahkan kedua anak itu dipukul sekuat-kuatnya. Walaupun kedua anak tirinya sudah menjerit kesakitan minta dikasihani, ia tidak menghiraukan. Ia tetap saja memukul mereka sampai puas. Sesudah itu, ia pulang ke istana.
Adapun kedua anak tirinya tetap berada di atas Batu Amparan Gading. Badan mereka terasa sakit dan letih. Akhirnya mereka berdua tertidur nyenyak di situ.
Beberapa saat kemudian, kakaknya terbangun dari tidur. Ingat akan kekejaman perangai ibu tirinya, air matanya kembali meleleh ke pipi sambil memandang adiknya yang masih tertidur nyenyak. Sedih hatinya mengenang nasibnya yang sangat malang itu. Ingin rasanya ia pergi menjauh dari tempat itu, tetapi tidak berdaya. Ia hanya berharap agar penderitaannya dapat segera berakhir. Dengan air mata berlinang-linang ia meratap sedih sambil mengucapkan kata-kata;
Entak-entak bumbung seruas
Meninggilah batu Amparan Gading
Mak dan Bapak buruk makan
Kami hendak pulang ke pintu langit
Puar nasi disangka nasi
Bunga dadap disangka udang
Sisik bengkarung disangka ikan
Kami dituduh maling makan
Dengan kehendak Yang Maha Kuasa, Batu Amparan Gading yang didudukinya itu meninggi. Dengan penuh keheranan dicobanya lagi mengucapkan kata-kata tadi. Batu Amparan Gading pun bertambah tinggi.Lalu, ia pun mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang. Setiap diucapkannya, Batu Amparan Gading pun semakin tinggi.
Sementara itu, Raja muda kembali dari perjalanan. Dengan sangat terkejut bercampur heran, dilihatnya Batu Amparan Gading di halamannya sudah menjadi tinggi. Pada saat itu, batu tersebut sudah jauh lebih tinggi dari puncak bubungan istananya. Bertambah pula keheranannya setelah melihat kedua anak yang sangat disayanginya berada di atas batu itu.
Ia sangat cemas dan merasa takut jika anaknya terjatuh dari tempat setinggi itu. Ia pun segera menabuh kentongan, memanggil semua orang yang ada di sekitarnya untuk meminta pertolongan.
Orang banyak segera berdatangan dan berusaha memberikan pertolongan. Ada yang mencoba menghancurkan bagian pangkal batu itu dengan berbagai penokok (pemukul). Ada yang mencoba mendorong batu itu untuk merobohkannya. Ada pula yang berusaha memanjatnya. Akan tetapi, semua usaha mereka itu gagal dan sia-sia belaka. Batu Amparan Gading tetap berdiri dan semakin tinggi saja. Akhirnya, mereka putus asa dan pasrah sambil menyaksikan Batu Amparan Gading yang semakin tinggi itu.
Raja Muda termenung berdiam diri tenggelam dalam kesedihan yang menimpanya berulang-ulang. Terlintas dalam benaknya, kesalahan apakah gerangan yang telah dilakukannya sehingga ia harus menerima cobaan ini. Adapun kedua anaknya tadi semakin tinggi saja keberadaannya, sejalan dengan ungkapan kesedihan yang diucapkan berulang-ulang. Akhirnya mereka sampai ke pintu langit. Ketika mereka tiba disana, pintu langit sedang tertutup. Dengan susah payah mereka mencoba membukanya, tetapi tidak bisa.
Secara kebetulan, pada saat itu seekor burung garuda lewat di tempat itu. Mereka meminta pertolongannya dan memberi upah sebumbung melukut. Burung garuda menyanggupi permintaan mereka itu.
Dengan mematukkan paruhnya yang besar dan tajam, pintu langit pun terbuka. Kakak beradik itu langsung melangkah masuk ke langit menuju tempat kediaman yang penuh kedamaian dan ketentraman yang abadi.
Setelah mereka naik ke langit, dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa pula, Batu Amparan Gading kembali merendah seperti semula.
Tinggallah ayahanda tercinta, Raja Muda, bersama istrinya yang durjana, dan Batu Amparan Gading sebagai saksi bisu yang tetap setia menghias halaman istana.
Kesimpulan
Cerita Batu Amparan Gading ini adalah cerita rakyat yang berkembang di daerah Kabupaten Bengkulu Selatan sejak Zaman dahulu. Diceritakan sebagai hiburan bagi anak-anak menjelang tidur di malam hari.
Secara ringkas, pesan cerita ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa selalu akan memberikan bantuan kepada hamba-Nya yang tidak berdosa yang sedang teraniaya.
Minggu, 09 Agustus 2015
Para Penghuni Bumi Sebelum Nabi Adam as
Pada saat bumi berumur delapan ribu tahun,keadaanya masih kosong. di sini sudah terdapat banyak biji sawi putih. Kemudian Allah SWT menciptakan seekor unggas yang bernama TABIRUNNASAR. Allah SWT berfirman kepada-Nya : " hai unggas tabirunnasar,makanlah olehmu biji sawi itu. Apabila habis biji sawi itu,engkau akan kumatikan."
Sang unggas pun memakan biji-bijian itu.Namun, cara memakannya diatur: pertama,sehari satu biji yang dimakan.Setelah semakin berkurang. maka kini dimakannya hanya satu biji sebulan. Biji sawi itu semakin berkurang saja. Oleh karena begitu takutnya terhadap kematian,maka sang unggas hanya memakan satu biji dalam setahun. Namun,akhirnya habislah biji-biji sawi itu. Tabirunnasar pun akhirnya mati.
Setelah kematian tersebut,Allah SWT menciptakan makhlik lain sebagai penghuni bumi, yaitu tujuh puluh orang laki-laki. Namun tidak semuanya langsung diciptakan, melainkan satu persatu Allah SWT menciptakannya.Apabila seorang meninggal, maka langsung diciptakan yang lain. Masing-masing dari mereka berumur 70.000 tahun.Konon,setahun pada masa itu sama dengan seribu tahun pada masa sekarang.Tatkala telah mati tujuh puluh lelaki itu, kemudian Allah ciptakan Jin.
Allah berfirman : "Dan Dia menciptakan jin dari nyala api." ( Q.S. Ar Rahman : 1 )
Sebagian dari jin-jin itu ada yang berkaki empat,berkaki dua, dan ada yang terbang. Kemudian Allah SWT mengutus salah satu seorang di antara mereka yang bernama Yusuf untuk memberika pengajaran ilmu dan syariat agama. Namun, jin-jin itu banyak yang mendustakan ajaran-ajaran tersebut yang menyebabkan Allah SWT mematikan semuanya. Penghuni bumi berikutnya adalah suatu makhluk yang berpasangan. Rupanya seperti binatang.Keluar dari dalam neraka.Binatang itu pun beranak, dan anaknya dinamakan dengan AZAZIL. Setelah cukup besar, Azazil mulai melakukan peribadatan kepada Allah SWT seribu tahun lamanya. Setelah itu, Allah SWT mengangkatnya ke langit pertama.Selama seribu tahun, di sini pun ia tekun beribadah. Allah SWT menganugerahkannya sayap yang terbuat dari manikan yang hijau. Dengan ijin-Nya maka terbanglah ia ke langit kedua.Seribu tahun lamanya pula ia beribadah. Demikianlah, pada tiap-tiap lapisan langit ia beribadah selama seribu tahun lamanya,hingga ke lapisan langit ketujuh.
Sementara itu, di bumi saat itu sudah ada penghuni lainnya, yaitu dari bangsa jin yang bernama JANNA. 70.000 tahun lamanya hingga lahir anak cucunya.Kata ahli tafsir yang lain, delapan belas ribu tahun mendiami bumi yang kemudian menjadi sombong dan kufur. Allah SWT pun mematikan janna. Sebagai gantinya adalah yang bernama BANUNAL JANNA. Ia mendiami bumi selama delapan belas ribu tahun lamanya. Ia juga dimatikan o;eh Allah SWT.
Sementara itu, di atas langit sana, Azazil bersama para Malaikat masih khusuk beribadah. Azazil menjadi penghulu para malaikat selama tujuh ribu tahun lamanya dalam beribadah. Hingga pada satu waktu, Azazil mengajukan suatu permohonan kepada Allah SWT, katanya : " Ya tuhanku,tujuh ribu tahn hamba-Mu ini berbuat kebaikan pada-Mu dalam tujuh lapis langit ini. Jikalau dianugerahkan oleh-Mu,hamba-Mu mohon hendak turun ke bawah ke langit keenam,berbuat kebaikan kepada-Mu."
"Pergilah engkau !", tegas Allah SWT.
Turunlah Azazil atau iblis itu bersama tujuh ratus Malaikat pengiringnya ke langit keenam.Setelah merasa cukup, ia pun memohon ijin lagi kepada Allah SWT agar diturunkan ke angit kelima. Di langit kelima pun ia memohon diturunkan ke langit yang di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga sampai mereka di langit dunia.
Di langit dunia, Azazil atau iblis mengajukan suatu permohonan pula : " Ya Tuhankum, hambamu hendak memohon turun ke bumi dengan para malaikat. Bahwasanya hamba-Mu hendak beribadah kepadamu di bumi itu. Ya Tuhanku , betapa Bananul Janna telah banyak berbuat kerusakan di muka bumi.Anugerahkanlah atas hamba-Mu ini bersama para malaikat berbuat kebaikan ke hadirat-Mu di muka bumi itu."
Alla SWT pun mengabulkan permohona Azazil itu. Diturunkanlah ia bersama tujuh ratus Malaikat yang mengiringnya untuk beribadah di muka bumi, setelah sebelumnya Banunal Janna dimatikan karena banyak berbuat kerusakan.
Setelah delapan ribu tahun lamanya beribadah, Iblis mencoba mengemukakan ungkapan hatinya bahwa di muka bumi inilah ia begitu betahnya, dan tidak ada tempat lain yang membuatnya demikian betah.Dan memohon agar selamanya ia berada di muka bumi untuk berbakti kepada Allah SWT. Sampai pada satu waktu, Allah SWT berkehendak menurunkan suatu keterangan kepada Azazil,
firmannya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi". (Q.S. 2: 30).
Mendengar firman tersebut, Iblis menjadi berduka, disebabkan dengkinya. Mereka (para Malaikat ) pun bertanya kepada Allah SWT mengenai siapa yang akan menjadi khalifah itu. " Adam namanya," jawab Allah SWT. Mereka berkata ,"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.
Allah SWT berfirman : " Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau tidak ketahui." (Q.S. 2 :30)
Sang unggas pun memakan biji-bijian itu.Namun, cara memakannya diatur: pertama,sehari satu biji yang dimakan.Setelah semakin berkurang. maka kini dimakannya hanya satu biji sebulan. Biji sawi itu semakin berkurang saja. Oleh karena begitu takutnya terhadap kematian,maka sang unggas hanya memakan satu biji dalam setahun. Namun,akhirnya habislah biji-biji sawi itu. Tabirunnasar pun akhirnya mati.
Setelah kematian tersebut,Allah SWT menciptakan makhlik lain sebagai penghuni bumi, yaitu tujuh puluh orang laki-laki. Namun tidak semuanya langsung diciptakan, melainkan satu persatu Allah SWT menciptakannya.Apabila seorang meninggal, maka langsung diciptakan yang lain. Masing-masing dari mereka berumur 70.000 tahun.Konon,setahun pada masa itu sama dengan seribu tahun pada masa sekarang.Tatkala telah mati tujuh puluh lelaki itu, kemudian Allah ciptakan Jin.
Allah berfirman : "Dan Dia menciptakan jin dari nyala api." ( Q.S. Ar Rahman : 1 )
Sebagian dari jin-jin itu ada yang berkaki empat,berkaki dua, dan ada yang terbang. Kemudian Allah SWT mengutus salah satu seorang di antara mereka yang bernama Yusuf untuk memberika pengajaran ilmu dan syariat agama. Namun, jin-jin itu banyak yang mendustakan ajaran-ajaran tersebut yang menyebabkan Allah SWT mematikan semuanya. Penghuni bumi berikutnya adalah suatu makhluk yang berpasangan. Rupanya seperti binatang.Keluar dari dalam neraka.Binatang itu pun beranak, dan anaknya dinamakan dengan AZAZIL. Setelah cukup besar, Azazil mulai melakukan peribadatan kepada Allah SWT seribu tahun lamanya. Setelah itu, Allah SWT mengangkatnya ke langit pertama.Selama seribu tahun, di sini pun ia tekun beribadah. Allah SWT menganugerahkannya sayap yang terbuat dari manikan yang hijau. Dengan ijin-Nya maka terbanglah ia ke langit kedua.Seribu tahun lamanya pula ia beribadah. Demikianlah, pada tiap-tiap lapisan langit ia beribadah selama seribu tahun lamanya,hingga ke lapisan langit ketujuh.
Sementara itu, di bumi saat itu sudah ada penghuni lainnya, yaitu dari bangsa jin yang bernama JANNA. 70.000 tahun lamanya hingga lahir anak cucunya.Kata ahli tafsir yang lain, delapan belas ribu tahun mendiami bumi yang kemudian menjadi sombong dan kufur. Allah SWT pun mematikan janna. Sebagai gantinya adalah yang bernama BANUNAL JANNA. Ia mendiami bumi selama delapan belas ribu tahun lamanya. Ia juga dimatikan o;eh Allah SWT.
Sementara itu, di atas langit sana, Azazil bersama para Malaikat masih khusuk beribadah. Azazil menjadi penghulu para malaikat selama tujuh ribu tahun lamanya dalam beribadah. Hingga pada satu waktu, Azazil mengajukan suatu permohonan kepada Allah SWT, katanya : " Ya tuhanku,tujuh ribu tahn hamba-Mu ini berbuat kebaikan pada-Mu dalam tujuh lapis langit ini. Jikalau dianugerahkan oleh-Mu,hamba-Mu mohon hendak turun ke bawah ke langit keenam,berbuat kebaikan kepada-Mu."
"Pergilah engkau !", tegas Allah SWT.
Turunlah Azazil atau iblis itu bersama tujuh ratus Malaikat pengiringnya ke langit keenam.Setelah merasa cukup, ia pun memohon ijin lagi kepada Allah SWT agar diturunkan ke angit kelima. Di langit kelima pun ia memohon diturunkan ke langit yang di bawahnya, dan demikian seterusnya hingga sampai mereka di langit dunia.
Di langit dunia, Azazil atau iblis mengajukan suatu permohonan pula : " Ya Tuhankum, hambamu hendak memohon turun ke bumi dengan para malaikat. Bahwasanya hamba-Mu hendak beribadah kepadamu di bumi itu. Ya Tuhanku , betapa Bananul Janna telah banyak berbuat kerusakan di muka bumi.Anugerahkanlah atas hamba-Mu ini bersama para malaikat berbuat kebaikan ke hadirat-Mu di muka bumi itu."
Alla SWT pun mengabulkan permohona Azazil itu. Diturunkanlah ia bersama tujuh ratus Malaikat yang mengiringnya untuk beribadah di muka bumi, setelah sebelumnya Banunal Janna dimatikan karena banyak berbuat kerusakan.
Setelah delapan ribu tahun lamanya beribadah, Iblis mencoba mengemukakan ungkapan hatinya bahwa di muka bumi inilah ia begitu betahnya, dan tidak ada tempat lain yang membuatnya demikian betah.Dan memohon agar selamanya ia berada di muka bumi untuk berbakti kepada Allah SWT. Sampai pada satu waktu, Allah SWT berkehendak menurunkan suatu keterangan kepada Azazil,
firmannya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi". (Q.S. 2: 30).
Mendengar firman tersebut, Iblis menjadi berduka, disebabkan dengkinya. Mereka (para Malaikat ) pun bertanya kepada Allah SWT mengenai siapa yang akan menjadi khalifah itu. " Adam namanya," jawab Allah SWT. Mereka berkata ,"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.
Allah SWT berfirman : " Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang engkau tidak ketahui." (Q.S. 2 :30)
Cerita Rakyat Aceh - Naga Sabang Dan Dua Raksasa Seulawah
Pada suatu masa saat pulau Andalas masih terpisah menjadi dua pulau yaitu pulau bagian timur dan pulau bagian barat, kedua pulau ini di pisahkan oleh selat barisan yang sangat sempit, diselat itu tinggalah seekor naga bernama Sabang, pada masa itu di kedua belah pulau tersebut berdiri dua buah kerajaan bernama Kerajaan Daru dan Kerajaan Alam. Kerajaan Daru di pimpin oleh Sultan Daru berada di pulau bagian timur dan kerajaan Alam di pimpin oleh Sultan Alam berada dipulau bagian barat. Sultan Alam sangat Adil dan bijaksana kepada rakyatnya dan sangat pintar berniaga sehingga kerajaan Alam menjadi kerajaan yang makmur dan maju. Sedangkan Sultan Daru sangat kejam kepada rakyatnya dan suka merompak kapal-kapal saudagar yang melintasi perairannya.
Sudah lama Sultan Daru iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang kerajaan Alam namun selalu di halangi oleh Naga Sabang, sehingga keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.
Maka pada suatu hari dipanggilah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku Gurka, “Tuanku Gurka, kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi selalu di halangi oleh naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang yang bisa mengalahkan Naga itu”, perintah Sultan Daru.
“Yang mulia, Naga Sabang adalah penjaga selat Barisan, kalau naga itu mati makan kedua pulau ini akan menyatu karena tidak ada makhluk yang mampu merawat penyangga diantara kedua pulau ini selain naga itu”, jelas Tuanku Gurka.
“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.
“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.
“Seulawah Agam memiliki kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah Inong mempunyai pedang geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”, tambah Tuanku Gurka.
Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Naga Sabang sedih mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan Alam, ” Sultan Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru kepada ku membawa pesan bahwa dua raksasa Selawah Agam dan Seulawah Inong akan datang melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.
“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.
“Kalau saja aku terbunuh maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan berguncangan keras dan air laut akan surut, maka surulah rakyatmu berlari ke gunung yang tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.
Sultan Alam menitikan air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,” Baiklah sahabatku, aku akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.
Maka pada waktu yang sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang dan kedua raksasa di tepi pantai. Sultan dan rakyat kedua kerajaan menyaksikn pertarungan seru tersebut dari kejauhan. Pada suatu kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil menebas pedangnya ke leher sang naga.
Kemudian raksasa seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan berteriak,” Weehh!”, sambil melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya, maka tampaklah tubuh naga itu jatuh terbujur di laut lepas.
Sejenak semua orang terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil melambaikan tangan ke tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut, “Sabaaaaang!, sabaaaang!, sabaaang!” panggil Sultan Alam.
“Wahai Sultan Alam, tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah mati …..itu ulee leue”, Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil menunjukan kearah kepala naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.
Tiba-tiba kedua pulau bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga terjadilah gempa yang sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak ada yang mampu berdiri, kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.
Tak lama setelah gempa berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga ikan-ikan bergeleparan di pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira ria melihat ikan-ikan yang bergeleparan mereka segera memungut ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan Alam dan rakyatnya segera berlari menuju gunung yang tinggi sesuai pesan dari naga Sabang.
Tak lama kemudian datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau Andalas. Sultan Daru dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam oleh gelombang besar itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh gelombang besar sampai jauh kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak mati bergelimpangan, sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur berantakan. Sedangkan Sultan Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadi mengerikan tersebut dari atas gunung yang tinggi.
Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang Adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota yang hancur, kemudian Sultan Alam membangu sebuah kota kerajaan di dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.
Sudah lama Sultan Daru iri kepada Sultan Alam dan sudah sering pula dia berusaha menyerang kerajaan Alam namun selalu di halangi oleh Naga Sabang, sehingga keinginannya menguasai kerajaan Alam yang makmur tidak tercapai.
Maka pada suatu hari dipanggilah penasehat kerajaan Daru bernama Tuanku Gurka, “Tuanku Gurka, kita sudah sering menyerang Kerajaan Alam tetapi selalu di halangi oleh naga Sabang, coba engkau cari tahu siapa orang yang bisa mengalahkan Naga itu”, perintah Sultan Daru.
“Yang mulia, Naga Sabang adalah penjaga selat Barisan, kalau naga itu mati makan kedua pulau ini akan menyatu karena tidak ada makhluk yang mampu merawat penyangga diantara kedua pulau ini selain naga itu”, jelas Tuanku Gurka.
“Aku tidak peduli kedua pulau ini menyatu, aku ingin menguasai kerajaan Alam”, jelas Sultan Daru.
“Ada dua raksasa bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong, mereka sangat sakti”, kata Tuanku Gurka.
“Seulawah Agam memiliki kekuatan yang sangat besar sedangkan Seulawah Inong mempunyai pedang geulantue yang sangat cepat dan sangat tajam”, tambah Tuanku Gurka.
Maka tak lama kemudian datanglah kedua raksasa tersebut menghadap Sultan Daru untuk menyampaikan kesangupan mereka bertarung menghadapi naga Sabang. Tak lama kemudian dikirimlah utusan kepada naga Sabang untuk memberi tahu bahwa kedua raksasa itu akan datang bertarung dengannya.
Naga Sabang sedih mendengar berita tersebut dan segera menghadap Sultan Alam, ” Sultan Alam sahabatku, sudah datang orang suruhan Sultan Daru kepada ku membawa pesan bahwa dua raksasa Selawah Agam dan Seulawah Inong akan datang melawanku”, Jelas sang Naga kepada Sultan Alam.
“Mereka sangat kuat, aku khawatir akan kalah”, kata sang Naga.
“Kalau saja aku terbunuh maka kedua pulau ini akan menyatu, bumi akan berguncangan keras dan air laut akan surut, maka surulah rakyatmu berlari ke gunung yang tinggi, karena sesudah itu akan datang ie beuna, itu adalah gelombang yang sangat besar yang akan menyapu daratan ini”, pesan sang Naga.
Sultan Alam menitikan air mata mendengar pesan dari naga sahabatnya,” Baiklah sahabatku, aku akan sampaikan pesanmu ini kepada rakyatku.
Maka pada waktu yang sudah di tentukan terjadilah pertarungan yang sengit antara naga Sabang dan kedua raksasa di tepi pantai. Sultan dan rakyat kedua kerajaan menyaksikn pertarungan seru tersebut dari kejauhan. Pada suatu kesempatan raksasa Selawah Inong berhasil menebas pedangnya ke leher sang naga.
Kemudian raksasa seulawah Agam mengangkat tubuh naga itu dan berteriak,” Weehh!”, sambil melemparkan tubuh naga itu sejauh-jauhnya, maka tampaklah tubuh naga itu jatuh terbujur di laut lepas.
Sejenak semua orang terdiam, kemudia sultan Alam berteriak sambil melambaikan tangan ke tubuh naga yang terbujur jauh di tengah laut, “Sabaaaaang!, sabaaaang!, sabaaang!” panggil Sultan Alam.
“Wahai Sultan Alam, tidak usah kau panggil lagi naga itu!, dia sudah mati …..itu ulee leue”, Teriak Sultan Daru dari seberang selat sambil menunjukan kearah kepala naga sabang yang tergeletak di pinggir pantai.
Tiba-tiba kedua pulau bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga terjadilah gempa yang sangat keras, tanah bergoyang kesana-kemari, tak ada yang mampu berdiri, kedua raksasa sakti jatuh terduduk di pantai.
Tak lama setelah gempa berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga ikan-ikan bergeleparan di pantai. Sultan Daru dan rakyatnya bergembira ria melihat ikan-ikan yang bergeleparan mereka segera memungut ikan-ikan tersebut, sedangkan sultan Alam dan rakyatnya segera berlari menuju gunung yang tinggi sesuai pesan dari naga Sabang.
Tak lama kemudian datanglah gelombang yang sangat besar menyapu pulau Andalas. Sultan Daru dan rakyatnya yang sedang bergembira di hantam oleh gelombang besar itu, kedua raksasa sakti juga dihempas oleh gelombang besar sampai jauh kedaratan. Rumah-rumah hancur, hewan ternak mati bergelimpangan, sawah-sawah musnah, desa dan kota hancur berantakan. Sedangkan Sultan Alam dan rakyatnya menyaksikan kejadi mengerikan tersebut dari atas gunung yang tinggi.
Sejak saat itu pulau Andalas menyatu di bawah pimpinan sultan Alam yang Adil dan bijaksana. Mereka membangun kembali desa-desa dan kota-kota yang hancur, kemudian Sultan Alam membangu sebuah kota kerajaan di dekat bekas kepala naga, kota itu di beri nama Koeta Radja dan pantai bekas kepala naga itu di sebut Ulee leue (kepala ular). Sedangkan tempat kedua raksasa sakti itu terkubur diberi nama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Sedangkan pulau yang tebentuk dari tubuh naga di sebut pulau Weh (menjauh) atau pulau Sabang.
Sabtu, 08 Agustus 2015
Harut Dan Marut, Kisah Dua Malaikat Yang Terlewatkan
Astaghfirullah, sekian lama membaca Al Quran, baru kali ini saya menyadari ada kisah yang terlewatkan. Kisah tentang Harut dan Marut, yang disebutkan dalam Al Quran surah Al Baqarah 102:
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya, dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah, dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."
Siapa sesungguhnya Harut dan Marut tersebut? Apakah benar mereka malaikat yang diturunkan Allah untuk mengajarkan sihir pada masyarakat Babil (Babylonia) sesuai dengan pengertian tekstual dari arti ayat tersebut?
Ada banyak tafsir tentang kisah Harut dan Marut ini. Yang paling umum adalah kisah versi Yahudi dari hikayat Israiliyat.:
Alkisah pada masa Kerajaan Babilonia kuno, ilmu-ilmu sihir merajalela. Dukun-dukun santet, ilmu pelet dan lain-lain yang kelasnya mungkin jauh lebih sakti dari jaman sekarang muncul dimana-mana.
Orang-orang beriman dan bertaqwa pada waktu itu mulai terdesak oleh para penganut ajaran setan ini. Dan situasi kerajaan Babilon pun menjadi resah, karena para ahli sihir setan ini mulai melebarkan pengaruhnya ke istana.
Para Malaikat berkata “Ya Tuhanku, anak-anak Adam itu, Engkau jadikan mereka makhluk pilihanMu di bumi tetapi mereka mendurhakaiMu”.
Allah SWT berfirman “Sungguh jika Aku turunkan kamu ke sana dan Aku bentuk kamu seperti pembentukan mereka, niscaya kamu akan melakukan sebagaimana yang mereka lakukan juga”.
Para Malaikat menjawab “Maha Suci Engkau wahai Tuhan, takkan mungkin kami mendurhakaiMu”.
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui.”
Malaikat berkata, “Kami adalah lebih patuh kepada Engkau dibanding anak keturunan Adam.”
Kepada malaikat, Allah berfirman: “Panggillah ke mari dua malaikat. Aku akan turunkan mereka ke bumi hingga kamu dapat melihat apa yang dilakukan kedua malaikat itu”, Allah berfirman kepada malaikat, “Pilihlah dua yang termulia antara kamu” , Malaikat menjawab, “Tuhanku, biarlah Harut dan Marut yang melakukannya.”
Harut dan Marut pun diturunkan ke bumi dan dengan diberi sifat-sifat yang sama seperti yang melekat pada manusia (Nafsu syahwat, Akal, dll).
Mereka (para setan) mengajarkan sihir kepada manusia tetapi apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.
Dan dimulailah misi mereka mengajarkan orang-orang di kerajaan Babilon beberapa logika ilmu sihir dan cara melawan ilmu sihir setan.
Singkat cerita, setelah kedatangan Harut dan Marut maka terjadilah gerakan perlawanan rakyat terhadap para ahli sihir setan. Akhirnya para ahli sihir setan pun berhasil di kalahkan dan tersingkir dari Babilon. Penguasa kerajaan Babilon kemudian mengumumkan larangan keras bagi warganya untuk mempelajari ilmu-ilmu sihir.
Disinilah kemudian terjadi pembelokan versi kisah Harut dan Marut. Dalam versi Israiliyat, dikisahkan sebagai berikut:
Akhirnya, sebagai penghargaan terhadap Harut dan Marut yang telah dianggap oleh rakyat sebagai guru besar, penguasa kerajaan Babilon memberikan mereka kedudukan tinggi sebagai penasihat kerajaan dan harta yang berlimpah.
Namun ternyata kedudukan tinggi dan harta itu perlahan mulai membuat hawa nafsu Harut dan Marut menjadi tak terkendali. Mereka akhirnya mabuk dalam kenikmatan duniawi dan melupakan tugas-tugas mereka sebagai manusia. Dan berakhir dengan sebuah tragedi............
Dengan kehendak Allah, lalu datang seorang wanita yang cantik bagai bunga (Zahrah). Zahrah pun mendatangi kedua malaikat itu untuk mengujinya.
Kedua malaikat itu tertarik dengan kecantikan Zahrah hingga timbullah keinginan (hasrat) terhadapnya.
Zahrah berkata, "Maukah kamu mengucapkan kalimat mantera musyrik?"
Kedua malaikat itu menjawab, "Tidak, demi Allah, sedikit pun kami tidak mau mempersekutukan Allah untuk selama-lamanya!"
Zahrah meninggalkan mereka berdua. Beberapa saat kemudian, dia kembali lagi membawa anak kecil.
Sambil mendekati kedua malaikat itu Zahrah berkata, "Bersediakah kamu membunuh anak kecil ini!"
Kedua malaikat itu menjawab, "Tentu saja tidak, demi Allah selamanya aku tidak akan membunuhnya!"
Zahrah meninggalkan mereka dan datang sambil membawa segelas arak. Setelah merayu mereka, akhirnya Zahrah berkata, "Aku tidak akan mengikuti kamu, sebelum kamu berdua minum arak ini!"
Akhirnya kedua malaikat itu meminumnya hingga mabuk dan kemudian mereka berzina dengan Zahrah sebelum akhirnya membunuh anak kecil itu, dan mengucapkan kalimat musyrik.
Singkat cerita, beberapa hari setelah terjadinya tragedi ini, datanglah Malaikat Jibril dari langit memberitahu Harut dan Marut bahwa masa tugas mereka telah berakhir. Dan mereka diperintahkan kembali ke langit untuk melapor. Betapa kagetnya Harut dan Marut, karena saat itu juga ingatan mereka sebagai malaikat telah kembali.
Maka datanglah dari sisi Allah malaikat Jibril kepada mereka. Pada saat Jibril datang, Harut dan Marut menangis dan Jibril ikut menangis sambil berkata, "Sesungguhnya cobaan apakah yang membuat kalian sampai hanyut seperti ini?"
Dengan ketakutan yang dahsyat, Harut dan Marut kembali ke langit untuk melaporkan tugas mereka kepada Allah.
Maka disaksikan seluruh malaikat, Harut dan Marut melaporkan tugas-tugasnya sebagai manusia, yang berakhir dengan dosa besar. Saat itu juga seluruh malaikat bertasbih dan beristighfar kepada Allah. Karena mereka menyadari betapa tidak mudahnya menjadi manusia. Dan betapa masih ada manusia-manusia baik yang tidak layak diazab.
Akhirnya Allah menutup sidang itu dengan menawarkan pada Harut dan Marut pilihan: Ingin di azab di dunia, atau ingin di azab di akhirat. Harut dan Marut yang mengetahui betapa dahsyatnya azab akhirat tentu saja langsung memilih di azab di dunia.
Dan menurut berbagai kisah, Harut dan Marut hingga kini masih tergantung dengan keadaan kaki di atas dan kepala di bawah. Pernah ada seorang wanita tua dari wilayah sekitar Babilonia yang melaporkan kepada Nabi Muhammad saw bahwa dia telah melihat dua orang malaikat ini di sebuah sumur tua di gurun wilayah Babilon.
Sementara dalam versi Islam dikisahkan, usai tugasnya di bumi, Keduanya pun kembali ke langit.
Tapi, warga Kota Babil justru tak mengikuti peringataan Harut dan Marut. Mereka justru berbuat kerusakan dengan ilmu sihir yang diajarkan keduanya. Maka, makin rusaklah negeri tersebut.
Mengenai tafsir tentang Harut dan Marut ini, Syeikh Athiyah Saqar menyebutkan bahwa di beberapa buku tafsir disebutkan kedua malaikat itu telah diturunkan ke bumi sebagai fitnah sehingga Allah mengadzab mereka berdua dengan menggantung kedua kaki mereka, perkataan para mufassir ini bukanlah sebagai salah satu hujjah (dalil) dalam hal ini, karena kisah tersebut berasal dari warisan masyarakat Babilonia dan penjelasan orang-orang Yahudi serta kitab-kitab Nasrani. Karena tidak sesuai dengan salah satu ayat di dalam Al Qur'an. Para malaikat tidaklah maksiat kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka pun melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya, firman Allah:
"Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya." (Al Anbiya 26 – 27)
"...dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih." (Al Anbiya 19 – 20)
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa yang mengatakan bahwa kedua malaikat itu mengajarkan kepada manusia tentang peringatan terhadap sihir bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir. Az Zajjaj mengatakan bahwa perkataan itu adalah juga pendapat kebanyakan ahli bahasa. Artinya bahwa pengajaran kedua malaikat itu kepada manusia adalah berupa larangan, keduanya mengatakan kepada mereka, "Janganlah kalian melakukan ini (sihir) dan janganlah kalian diperdaya dengannya sehingga kalian memisahkan seorang suami dari isterinya dan apa yang diturunkan kepada mereka berdua adalah berupa larangan."
Al Hafidz bin Katsir berkata: "Kisah Harut dan Marut ini diriwayatkan dari beberapa tabi'in seperti Mujahid, Suddi, Hasan al Bashri,Qotadah, Abul Aliyah, Zuhri, Rabi' bin Anas, Muqotil bin Hayyan dan lain-lain dan dibawakan oleh banyak penulis tafsir dari kalangan terdahulu dan belakangan. Kesimpulan detail dari kisah Harut dan Marut ini kembali kepada kisah Israilliyat, karena riwayatnya tidak ada sama sekali dalam hadis marfu' yang bersambung sanadnya dari Nabi Muhammad.
Al Hafidz bin Hazm berkata: "Di antara bukti-bukti yang menunjukkan kebathilan kisah Harut dan Marut ada di dalam salah satu firman Allah:
"Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh. (Al Hijr 8)
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya, dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah, dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."
Siapa sesungguhnya Harut dan Marut tersebut? Apakah benar mereka malaikat yang diturunkan Allah untuk mengajarkan sihir pada masyarakat Babil (Babylonia) sesuai dengan pengertian tekstual dari arti ayat tersebut?
Ada banyak tafsir tentang kisah Harut dan Marut ini. Yang paling umum adalah kisah versi Yahudi dari hikayat Israiliyat.:
Alkisah pada masa Kerajaan Babilonia kuno, ilmu-ilmu sihir merajalela. Dukun-dukun santet, ilmu pelet dan lain-lain yang kelasnya mungkin jauh lebih sakti dari jaman sekarang muncul dimana-mana.
Orang-orang beriman dan bertaqwa pada waktu itu mulai terdesak oleh para penganut ajaran setan ini. Dan situasi kerajaan Babilon pun menjadi resah, karena para ahli sihir setan ini mulai melebarkan pengaruhnya ke istana.
Para Malaikat berkata “Ya Tuhanku, anak-anak Adam itu, Engkau jadikan mereka makhluk pilihanMu di bumi tetapi mereka mendurhakaiMu”.
Allah SWT berfirman “Sungguh jika Aku turunkan kamu ke sana dan Aku bentuk kamu seperti pembentukan mereka, niscaya kamu akan melakukan sebagaimana yang mereka lakukan juga”.
Para Malaikat menjawab “Maha Suci Engkau wahai Tuhan, takkan mungkin kami mendurhakaiMu”.
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui.”
Malaikat berkata, “Kami adalah lebih patuh kepada Engkau dibanding anak keturunan Adam.”
Kepada malaikat, Allah berfirman: “Panggillah ke mari dua malaikat. Aku akan turunkan mereka ke bumi hingga kamu dapat melihat apa yang dilakukan kedua malaikat itu”, Allah berfirman kepada malaikat, “Pilihlah dua yang termulia antara kamu” , Malaikat menjawab, “Tuhanku, biarlah Harut dan Marut yang melakukannya.”
Harut dan Marut pun diturunkan ke bumi dan dengan diberi sifat-sifat yang sama seperti yang melekat pada manusia (Nafsu syahwat, Akal, dll).
Mereka (para setan) mengajarkan sihir kepada manusia tetapi apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.
Dan dimulailah misi mereka mengajarkan orang-orang di kerajaan Babilon beberapa logika ilmu sihir dan cara melawan ilmu sihir setan.
Singkat cerita, setelah kedatangan Harut dan Marut maka terjadilah gerakan perlawanan rakyat terhadap para ahli sihir setan. Akhirnya para ahli sihir setan pun berhasil di kalahkan dan tersingkir dari Babilon. Penguasa kerajaan Babilon kemudian mengumumkan larangan keras bagi warganya untuk mempelajari ilmu-ilmu sihir.
Disinilah kemudian terjadi pembelokan versi kisah Harut dan Marut. Dalam versi Israiliyat, dikisahkan sebagai berikut:
Akhirnya, sebagai penghargaan terhadap Harut dan Marut yang telah dianggap oleh rakyat sebagai guru besar, penguasa kerajaan Babilon memberikan mereka kedudukan tinggi sebagai penasihat kerajaan dan harta yang berlimpah.
Namun ternyata kedudukan tinggi dan harta itu perlahan mulai membuat hawa nafsu Harut dan Marut menjadi tak terkendali. Mereka akhirnya mabuk dalam kenikmatan duniawi dan melupakan tugas-tugas mereka sebagai manusia. Dan berakhir dengan sebuah tragedi............
Dengan kehendak Allah, lalu datang seorang wanita yang cantik bagai bunga (Zahrah). Zahrah pun mendatangi kedua malaikat itu untuk mengujinya.
Kedua malaikat itu tertarik dengan kecantikan Zahrah hingga timbullah keinginan (hasrat) terhadapnya.
Zahrah berkata, "Maukah kamu mengucapkan kalimat mantera musyrik?"
Kedua malaikat itu menjawab, "Tidak, demi Allah, sedikit pun kami tidak mau mempersekutukan Allah untuk selama-lamanya!"
Zahrah meninggalkan mereka berdua. Beberapa saat kemudian, dia kembali lagi membawa anak kecil.
Sambil mendekati kedua malaikat itu Zahrah berkata, "Bersediakah kamu membunuh anak kecil ini!"
Kedua malaikat itu menjawab, "Tentu saja tidak, demi Allah selamanya aku tidak akan membunuhnya!"
Zahrah meninggalkan mereka dan datang sambil membawa segelas arak. Setelah merayu mereka, akhirnya Zahrah berkata, "Aku tidak akan mengikuti kamu, sebelum kamu berdua minum arak ini!"
Akhirnya kedua malaikat itu meminumnya hingga mabuk dan kemudian mereka berzina dengan Zahrah sebelum akhirnya membunuh anak kecil itu, dan mengucapkan kalimat musyrik.
Singkat cerita, beberapa hari setelah terjadinya tragedi ini, datanglah Malaikat Jibril dari langit memberitahu Harut dan Marut bahwa masa tugas mereka telah berakhir. Dan mereka diperintahkan kembali ke langit untuk melapor. Betapa kagetnya Harut dan Marut, karena saat itu juga ingatan mereka sebagai malaikat telah kembali.
Maka datanglah dari sisi Allah malaikat Jibril kepada mereka. Pada saat Jibril datang, Harut dan Marut menangis dan Jibril ikut menangis sambil berkata, "Sesungguhnya cobaan apakah yang membuat kalian sampai hanyut seperti ini?"
Dengan ketakutan yang dahsyat, Harut dan Marut kembali ke langit untuk melaporkan tugas mereka kepada Allah.
Maka disaksikan seluruh malaikat, Harut dan Marut melaporkan tugas-tugasnya sebagai manusia, yang berakhir dengan dosa besar. Saat itu juga seluruh malaikat bertasbih dan beristighfar kepada Allah. Karena mereka menyadari betapa tidak mudahnya menjadi manusia. Dan betapa masih ada manusia-manusia baik yang tidak layak diazab.
Akhirnya Allah menutup sidang itu dengan menawarkan pada Harut dan Marut pilihan: Ingin di azab di dunia, atau ingin di azab di akhirat. Harut dan Marut yang mengetahui betapa dahsyatnya azab akhirat tentu saja langsung memilih di azab di dunia.
Dan menurut berbagai kisah, Harut dan Marut hingga kini masih tergantung dengan keadaan kaki di atas dan kepala di bawah. Pernah ada seorang wanita tua dari wilayah sekitar Babilonia yang melaporkan kepada Nabi Muhammad saw bahwa dia telah melihat dua orang malaikat ini di sebuah sumur tua di gurun wilayah Babilon.
Sementara dalam versi Islam dikisahkan, usai tugasnya di bumi, Keduanya pun kembali ke langit.
Tapi, warga Kota Babil justru tak mengikuti peringataan Harut dan Marut. Mereka justru berbuat kerusakan dengan ilmu sihir yang diajarkan keduanya. Maka, makin rusaklah negeri tersebut.
Mengenai tafsir tentang Harut dan Marut ini, Syeikh Athiyah Saqar menyebutkan bahwa di beberapa buku tafsir disebutkan kedua malaikat itu telah diturunkan ke bumi sebagai fitnah sehingga Allah mengadzab mereka berdua dengan menggantung kedua kaki mereka, perkataan para mufassir ini bukanlah sebagai salah satu hujjah (dalil) dalam hal ini, karena kisah tersebut berasal dari warisan masyarakat Babilonia dan penjelasan orang-orang Yahudi serta kitab-kitab Nasrani. Karena tidak sesuai dengan salah satu ayat di dalam Al Qur'an. Para malaikat tidaklah maksiat kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka pun melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya, firman Allah:
"Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya." (Al Anbiya 26 – 27)
"...dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih." (Al Anbiya 19 – 20)
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa yang mengatakan bahwa kedua malaikat itu mengajarkan kepada manusia tentang peringatan terhadap sihir bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir. Az Zajjaj mengatakan bahwa perkataan itu adalah juga pendapat kebanyakan ahli bahasa. Artinya bahwa pengajaran kedua malaikat itu kepada manusia adalah berupa larangan, keduanya mengatakan kepada mereka, "Janganlah kalian melakukan ini (sihir) dan janganlah kalian diperdaya dengannya sehingga kalian memisahkan seorang suami dari isterinya dan apa yang diturunkan kepada mereka berdua adalah berupa larangan."
Al Hafidz bin Katsir berkata: "Kisah Harut dan Marut ini diriwayatkan dari beberapa tabi'in seperti Mujahid, Suddi, Hasan al Bashri,Qotadah, Abul Aliyah, Zuhri, Rabi' bin Anas, Muqotil bin Hayyan dan lain-lain dan dibawakan oleh banyak penulis tafsir dari kalangan terdahulu dan belakangan. Kesimpulan detail dari kisah Harut dan Marut ini kembali kepada kisah Israilliyat, karena riwayatnya tidak ada sama sekali dalam hadis marfu' yang bersambung sanadnya dari Nabi Muhammad.
Al Hafidz bin Hazm berkata: "Di antara bukti-bukti yang menunjukkan kebathilan kisah Harut dan Marut ada di dalam salah satu firman Allah:
"Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh. (Al Hijr 8)
Kisah Habil dan Qabil
Tatacara hidup suami isteri Adam dan Hawa di bumi mulai tertib dan sempurna tatkala Hawa bersedia untuk melahirkan anak-anaknya yang akan menjadi benih pertama bagi umat manusia di dunia ini.
Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama "Iqlima", kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama "Lubuda".
Kedua orang tua, Nabi Adam dan Siti Hawa, menerima kelahiran keempat putera puterinya itu dengan senang dan gembira, walaupun Hawa telah menderita apa yang lumrahnya dideritai oleh setiap ibu yang melahirkan bayinya. Mereka mengharapkan dari keempat anak pertamanya ini akan menurunkan anak cucu yang akan berkembang biak untuk mengisi bumi Allah dan menguasai sesuai dengan amanat yang telah di bebankan ke atas bahunya.
Di bawah naungan ayah ibunya yang penuh cinta dan kasih sayang maka membesarlah keempat-empat anak itu dengan cepatnya melalui masa kanak-kanak dan menginjak masa remaja. Yang perempuan sesuai dengan kudrat dan fitrahnya menolong ibunya mengurus rumahtangga dan mengurus hal-hal yang menjadi tugas wanita,sedang yang laki-laki menempuhi jalannya sendiri mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya. Qabil berusaha dalam bidang pertanian sedangkan Habil di bidang perternakan.
Penghidupan sehari-hari keluarga Adam dan Hawa berjalan tertib sempurna diliputi rasa kasih sayang saling cinta mencintai hormat menghormati masing-masing meletakkan dirinya dalam kedudukan yang wajar si ayah terhadap isterinya dan putera-puterinya,si isteri terhadap suami dan anak-anaknya. Demikianlah pula pergaulan di antara keempat bersaudara berlaku dalam harmoni damai dan tenang saling bantu membantu hormat menghormati dan bergotong-royong.
Keempat Anak Adam Memasuki Alam Remaja
Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan memasuki alam akil baligh di mana nafsu berahi dan syahwat serta hajat kepada hubungan kelamin makin hari makin nyata dan nampak pada gaya dan sikap mereka hal mana menjadi pemikiran kedua orang tuanya dengan cara bagaimana menyalurkan nafsu berahi dan syahwat itu agar terjaga kemurnian keturunan dan menghindari hubungan kelamin yang bebas di antara putera-puterinya.
Kepada Nabi Adam Allah memberi ilham dan petunjuk agar kedua puteranya dikahwinkan dengan puterinya. Qabil dikahwinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.
Cara yang telah di ilham oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Adam telah disampaikan kepada kedua puteranya sebagai keputusan si ayah yang harus dipatuhi dan segera dilaksanakan untuk menjaga dan mengekalkan suasana damai dan tenang yang meliputi keluarga dan rumahtangga mereka. Akan tetapi dengan tanpa diduga dan disangka rancangan yang diputuskan itu ditolak mentah-mentah oleh Qabil dan menyatakan bahawa ia tidak mahu mengahwini Lubuda, adik Habil dengan mengemukakan alasan bahawa Lubuda adalah buruk dan tidak secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat bahawa ia lebih patut mempersunting adiknya sendiri Iqlima sebagai isteri dan sekali-kali tidak rela menyerahkannya untuk dikahwinkan oleh Habil. Dan memang demikianlah kecantikan dan keelokan paras wanita selalu menjadi fitnah dan rebutan lelaki yang kadang-kadang menjurus kepada pertentangan dan permusuhan yang sampai mengakibatkan hilangnya nyawa dan timbulnya rasa dendam dan dengki di antara sesama keluarga dan sesama suku.
Kerana Qabil tetap berkeras kepala tidak mahu menerima keputusan ayahnya dan meminta supaya dikahwinkan dengan adik kembarnya sendiri Iqlima maka Nabi Adam seraya menghindari penggunaan kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara serta mengganggu suasana damai yang meliputi keluarga beliau secara bijaksana mengusulkan agar menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya ialah bahawa masing- masing dari Qabil dan Habil harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahawa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya ialah yang berhad menentukan pilihan jodohnya.
Qabil dan Habil menerima baik jalan penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya. Habil keluar dan kembali membawa peliharaannya sedangkan Qabil datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cucuk tanamnya yang rosak dan busuk kemudian diletakkan kedua korban itu kambing Habil dan gandum Qabil di atas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis korban itu.
Kemudian dengan disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Adam yang menanti dengan hati berdebar apa yang akan terjadi di atas bukit di mana kedua korban itu diletakkan, terlihat api besar yang turun dari langit menyambar kambing binatang korban Habil yang seketika itu musnah ternakan oleh api sedang karung gandum kepunyaan Qabil tidak tersentuh sedikit pun oleh api dan tetap tinggal utuh.
Maka dengan demikian keluarlah Habil sebagai pemenang dalam pertaruhan itu karena korban kambing telah diterima oleh Allah sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di antara kedua gadis saudaranya itu yang akan dipersandingkan menjadi isterinya.
Pembunuhan Pertama Dalam Sejarah Manusia
Dengan telah jalurnya keputusan dari langit yang menerima korban Habil dan menolak korban Qabil maka pudarlah harapan Qabil untuk mempersandingkan Iqlima tidak puas dengan keputusan itu namun tidak ada jalan untuk menyoalkan. Ia menyerah dan memerainya dengan rasa kesal dan marah sambil menaruh dendam terhadap Habil yang akan dibunuh di kala ketiadaan ayahnya.
Ketika Adam hendak berpergian dan meninggalkan rumah beliau mengamanahkan rumahtangga dan keluarga kepada Qabil. Ia berpesan kepadanya agar menjaga baik-baik ibu dan saudara-saudaranya selama ketiadaannya. Ia berpesan pula agar kerukunan keluarga dan ketenangan rumahtangga terpelihara baik-baik jangan sampai terjadi hal-hal yang mengeruhkan suasana atau merosakkan hubungan kekeluargaan yang sudah akrab dan intim.
Qabil menerima pesanan dan amanat ayahnya dengan kesanggupan akan berusaha sekuat tenaga menyelenggarakan amanat ayahnya dengan sebaik-baiknya dan sempurna berpergiannya akan mendapat segala sesuatu dalam keadaan baik dan menyenangkan. Demikianlah kata-kata dan janji yang keluar dari mulut Qabil namun dalam hatinya ia berkata bahawa ia telah diberi kesempatan yang baik untuk melaksanakan niat jahatnya dan melepaskan rasa dendamnya dan dengkinya terhadap Habil saudaranya.
Tidak lama setelah Adam meninggalkan keluarganya datanglah Qabil menemui Habil di tempat penternakannya. Berkata ia kepada Habil:"Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku lenyapkan engkau dari atas bumi ini."
"Apa salahku?"tanya Habil. Dengan asalan apakah engkau hendak membunuhku?"
Qabil berkata:"Ialah kerana korbanmu diterima oleh Allah sedangkan korbanku ditolak yang bererti bahawa engkau akan mengahwini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus mengahwini adikmu yang buruk dan tidak mempunyai gaya yang menarik itu."
Habil berkata:"Adakah berdosa aku bahawa Allah telah menerima korbanku dan menolak korbanmu?Tidakkah engkau telah bersetuju cara penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kami laksanakan?Janganlah tergesa-gesa wahai saudaraku, mempertaruhkan hawa nafsu dan ajakan syaitan! Kawallah perasaanmu dan fikirlah masak- masak akan akibat perbuatanmu kelak! Ketahuilah bahawa Allah hanya menerima korban dari orang-orang yang bertakwa yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat yang murni.Adakah mungkin sesekali bahawa korban yang engkau serahkan itu engkau pilihkannya dari gandummu yang telah rosak dan busuk dan engkau berikan secara terpaksa bertentangan dengan kehendak hatimu, sehingga ditolak oleh Allah, berlainan dengan kambing yang aku serahkan sebagai korban yang sengaja aku pilihkan dari perternakanku yang paling sihat dan kucintai dan ku serahkannya dengan tulus ikhlas disertai permohonan diterimanya oleh Allah.
Renungkanlah, wahai saudaraku kata-kataku ini dan buangkanlah niat jahatmu yang telah dibisikkan kepadamu oleh Iblis itu, musuh yang telah menyebabkan turunnya ayah dan ibu dari syurga dan ketahuilah bahawa jika engkau tetap berkeras kepala hendak membunuhku, tidaklah akan aku angkat tanganku untuk membalasmu kerana aku takut kepada Allah dan tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diredhainya.Aku hanya berserah diri kepada-Nya dan kepada apa yang akan ditakdirkan bagi diriku."
Nasihat dan kata-kata mutiara Habil itu didengar oleh Qabil namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sekali-kali tidak sampai menyentuh lubuk hatinya yang penuh rasa dengki, dendam dan iri hati sehingga tidak ada tempat lagi bagi rasa damai, cinta dan kasih sayang kepada saudara sekandungnya. Qabil yang dikendalikan oleh Iblis tidak diberinya kesempatan untuk menoleh kebelakang mempertimbangkan kembali tindakan jahat yang dirancangkan terhadap saudaranya, bahkan bila api dendam dan dengkin didalam dadanya mulai akan padam dikipasinya kembali oleh Iblis agar tetap menyala-yala dan ketika Qabil bingung tidak tahu bagaimana ia harus membunuh Habil saudaranya, menjelmalah Iblis dengan seekor burung yang dipukul kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh Iblis itu diterapkannya atas diri Habil di kala ia tidur dengan nyenyaknya dan jatuhlah Habil sebagai korban keganasan saudara kandungnya sendiri dan sebagai korban pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Penguburan Jenazah Habil
Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya.ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang semakin lama semakin busuk itu.Diletakkannyalah tubuh itu di sebuah peti yang dipikulnya seraya mundar-mundir oleh Qabil dalam keadaan sedih melihat burung-burung sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habil yang sudah busuk itu.
Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama kerana ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu.Allah s.w.t. Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh dan tidak berdosa itu tersia-sia demikian rupa, maka dipertunjukkanlah kepada Qabil, bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu menyodokkan gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak lalu berkata pada dirinya sendiri:"Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini?"
Kemudian kembalilah Adam dari perjalanan jauhnya.Ia tidak melihat Habil di antara putera-puterinya yang sedang berkumpul.Bertanyalah ia kepada Qabil:"Di manakah Habil berada?Aku tidak melihatnya sejak aku pulang."
Qabil menjawab:"Entah, aku tidak tahu dia ke mana! Aku bukan hamba Habil yang harus mengikutinya ke mana saja ia pergi."
Melihat sikap yang angkuh dan jawapan yang kasar dari Qabil, Adam dapat meneka bahawa telah terjadi sesuatu ke atas diri Habil, puteranya yang soleh, bertakwa dan berbakti terhadap kedua orang tuanya itu.Pada akhirnya terbukti bahawa Habil telah mati dibunuh oleh Qabil sewaktu peninggalannya.Ia sangat sesal di atas perbuatan Qabil yang kejam dan ganas itu di mana rasa persaudaraan, ikatan darah dan hubungan keluarga diketepikan sekadar untuk memenuhi hawa nafsu dan bisikan yang menyesatkan.
Menghadapi musibah itu, Nabi Adam hanya berpasrah kepada Allah menerimanya sebagai takdir dan kehendak-Nya seraya mohon dikurniai kesabaran dan keteguhan iman baginya dan kesedaran bertaubat dan beristighfar bagi puteranya Qabil.
Kisah Qabil dan Habil Dalam Al-Quran
Dan bacakanlah (wahai Muhammad) kepada mereka kisah (mengenai) dua orang anak Adam (Habil dan Qabil) yang berlaku dengan sebenarnya, iaitu ketika mereka berdua mempersembahkan satu persembahan korban (untuk mendampingkan diri kepada Allah). Lalu diterima korban salah seorang di antaranya (Habil), dan tidak diterima (korban) dari yang lain (Qabil). Berkata (Qabil):" Sesungguhnya aku akan membunuhmu!". (Habil) menjawab: "Hanyasanya Allah menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa; (Al-Maidah 5:27)
Maka nafsu jahat (Qabil) mendorongnya (sehingga ia tergamak) membunuh saudaranya, lalu ia membunuhnya. Oleh itu menjadilah dia dari golongan orang-orang yang rugi .(Al-Maidah 5:30)
Kemudian Allah hantarkan seekor burung gagak (menyuruhnya) mengorek-ngorek di bumi supaya, diperlihatkan kepada (Qabil) bagaimana cara menimbus mayat saudaranya. (Qabil) berkata: "Wahai celakanya aku! Alangkah lemah serta bodohnya aku, aku tidak tahu berbuat seperti burung gagak ini, supaya aku dapat menimbuskan mayat saudaraku?". Kerana itu menjadilah ia dari golongan orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah 5:31)
Pengajaran Dari Kisah Putera Nabi Adam a.s.
Bahawasanya Allah s.w.t. hanya menerima korban dari seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan sifat riyak, takabur atau ingin dipuji.Barang atau binatang yang dikorbankan harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan penghasilan yang halal.Jika korban itu berupa binatang sembelihan, harus yang sihat, tidak mengandungi penyakit atau pun cacat, dan jika berupa bahan makanan harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.
Bahawasanya penyelesaian jenazah manusia yang terbaik adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabil.itulah cara paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya, menurut firman Allah dalam surah "Al-Isra" ayat 70 yang bererti ; "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.Kami angkut mereka di daratan dan di lautan.Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama "Iqlima", kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama "Lubuda".
Kedua orang tua, Nabi Adam dan Siti Hawa, menerima kelahiran keempat putera puterinya itu dengan senang dan gembira, walaupun Hawa telah menderita apa yang lumrahnya dideritai oleh setiap ibu yang melahirkan bayinya. Mereka mengharapkan dari keempat anak pertamanya ini akan menurunkan anak cucu yang akan berkembang biak untuk mengisi bumi Allah dan menguasai sesuai dengan amanat yang telah di bebankan ke atas bahunya.
Di bawah naungan ayah ibunya yang penuh cinta dan kasih sayang maka membesarlah keempat-empat anak itu dengan cepatnya melalui masa kanak-kanak dan menginjak masa remaja. Yang perempuan sesuai dengan kudrat dan fitrahnya menolong ibunya mengurus rumahtangga dan mengurus hal-hal yang menjadi tugas wanita,sedang yang laki-laki menempuhi jalannya sendiri mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya. Qabil berusaha dalam bidang pertanian sedangkan Habil di bidang perternakan.
Penghidupan sehari-hari keluarga Adam dan Hawa berjalan tertib sempurna diliputi rasa kasih sayang saling cinta mencintai hormat menghormati masing-masing meletakkan dirinya dalam kedudukan yang wajar si ayah terhadap isterinya dan putera-puterinya,si isteri terhadap suami dan anak-anaknya. Demikianlah pula pergaulan di antara keempat bersaudara berlaku dalam harmoni damai dan tenang saling bantu membantu hormat menghormati dan bergotong-royong.
Keempat Anak Adam Memasuki Alam Remaja
Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan memasuki alam akil baligh di mana nafsu berahi dan syahwat serta hajat kepada hubungan kelamin makin hari makin nyata dan nampak pada gaya dan sikap mereka hal mana menjadi pemikiran kedua orang tuanya dengan cara bagaimana menyalurkan nafsu berahi dan syahwat itu agar terjaga kemurnian keturunan dan menghindari hubungan kelamin yang bebas di antara putera-puterinya.
Kepada Nabi Adam Allah memberi ilham dan petunjuk agar kedua puteranya dikahwinkan dengan puterinya. Qabil dikahwinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.
Cara yang telah di ilham oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Adam telah disampaikan kepada kedua puteranya sebagai keputusan si ayah yang harus dipatuhi dan segera dilaksanakan untuk menjaga dan mengekalkan suasana damai dan tenang yang meliputi keluarga dan rumahtangga mereka. Akan tetapi dengan tanpa diduga dan disangka rancangan yang diputuskan itu ditolak mentah-mentah oleh Qabil dan menyatakan bahawa ia tidak mahu mengahwini Lubuda, adik Habil dengan mengemukakan alasan bahawa Lubuda adalah buruk dan tidak secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat bahawa ia lebih patut mempersunting adiknya sendiri Iqlima sebagai isteri dan sekali-kali tidak rela menyerahkannya untuk dikahwinkan oleh Habil. Dan memang demikianlah kecantikan dan keelokan paras wanita selalu menjadi fitnah dan rebutan lelaki yang kadang-kadang menjurus kepada pertentangan dan permusuhan yang sampai mengakibatkan hilangnya nyawa dan timbulnya rasa dendam dan dengki di antara sesama keluarga dan sesama suku.
Kerana Qabil tetap berkeras kepala tidak mahu menerima keputusan ayahnya dan meminta supaya dikahwinkan dengan adik kembarnya sendiri Iqlima maka Nabi Adam seraya menghindari penggunaan kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara serta mengganggu suasana damai yang meliputi keluarga beliau secara bijaksana mengusulkan agar menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya ialah bahawa masing- masing dari Qabil dan Habil harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahawa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya ialah yang berhad menentukan pilihan jodohnya.
Qabil dan Habil menerima baik jalan penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya. Habil keluar dan kembali membawa peliharaannya sedangkan Qabil datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cucuk tanamnya yang rosak dan busuk kemudian diletakkan kedua korban itu kambing Habil dan gandum Qabil di atas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis korban itu.
Kemudian dengan disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Adam yang menanti dengan hati berdebar apa yang akan terjadi di atas bukit di mana kedua korban itu diletakkan, terlihat api besar yang turun dari langit menyambar kambing binatang korban Habil yang seketika itu musnah ternakan oleh api sedang karung gandum kepunyaan Qabil tidak tersentuh sedikit pun oleh api dan tetap tinggal utuh.
Maka dengan demikian keluarlah Habil sebagai pemenang dalam pertaruhan itu karena korban kambing telah diterima oleh Allah sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di antara kedua gadis saudaranya itu yang akan dipersandingkan menjadi isterinya.
Pembunuhan Pertama Dalam Sejarah Manusia
Dengan telah jalurnya keputusan dari langit yang menerima korban Habil dan menolak korban Qabil maka pudarlah harapan Qabil untuk mempersandingkan Iqlima tidak puas dengan keputusan itu namun tidak ada jalan untuk menyoalkan. Ia menyerah dan memerainya dengan rasa kesal dan marah sambil menaruh dendam terhadap Habil yang akan dibunuh di kala ketiadaan ayahnya.
Ketika Adam hendak berpergian dan meninggalkan rumah beliau mengamanahkan rumahtangga dan keluarga kepada Qabil. Ia berpesan kepadanya agar menjaga baik-baik ibu dan saudara-saudaranya selama ketiadaannya. Ia berpesan pula agar kerukunan keluarga dan ketenangan rumahtangga terpelihara baik-baik jangan sampai terjadi hal-hal yang mengeruhkan suasana atau merosakkan hubungan kekeluargaan yang sudah akrab dan intim.
Qabil menerima pesanan dan amanat ayahnya dengan kesanggupan akan berusaha sekuat tenaga menyelenggarakan amanat ayahnya dengan sebaik-baiknya dan sempurna berpergiannya akan mendapat segala sesuatu dalam keadaan baik dan menyenangkan. Demikianlah kata-kata dan janji yang keluar dari mulut Qabil namun dalam hatinya ia berkata bahawa ia telah diberi kesempatan yang baik untuk melaksanakan niat jahatnya dan melepaskan rasa dendamnya dan dengkinya terhadap Habil saudaranya.
Tidak lama setelah Adam meninggalkan keluarganya datanglah Qabil menemui Habil di tempat penternakannya. Berkata ia kepada Habil:"Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku lenyapkan engkau dari atas bumi ini."
"Apa salahku?"tanya Habil. Dengan asalan apakah engkau hendak membunuhku?"
Qabil berkata:"Ialah kerana korbanmu diterima oleh Allah sedangkan korbanku ditolak yang bererti bahawa engkau akan mengahwini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus mengahwini adikmu yang buruk dan tidak mempunyai gaya yang menarik itu."
Habil berkata:"Adakah berdosa aku bahawa Allah telah menerima korbanku dan menolak korbanmu?Tidakkah engkau telah bersetuju cara penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kami laksanakan?Janganlah tergesa-gesa wahai saudaraku, mempertaruhkan hawa nafsu dan ajakan syaitan! Kawallah perasaanmu dan fikirlah masak- masak akan akibat perbuatanmu kelak! Ketahuilah bahawa Allah hanya menerima korban dari orang-orang yang bertakwa yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat yang murni.Adakah mungkin sesekali bahawa korban yang engkau serahkan itu engkau pilihkannya dari gandummu yang telah rosak dan busuk dan engkau berikan secara terpaksa bertentangan dengan kehendak hatimu, sehingga ditolak oleh Allah, berlainan dengan kambing yang aku serahkan sebagai korban yang sengaja aku pilihkan dari perternakanku yang paling sihat dan kucintai dan ku serahkannya dengan tulus ikhlas disertai permohonan diterimanya oleh Allah.
Renungkanlah, wahai saudaraku kata-kataku ini dan buangkanlah niat jahatmu yang telah dibisikkan kepadamu oleh Iblis itu, musuh yang telah menyebabkan turunnya ayah dan ibu dari syurga dan ketahuilah bahawa jika engkau tetap berkeras kepala hendak membunuhku, tidaklah akan aku angkat tanganku untuk membalasmu kerana aku takut kepada Allah dan tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diredhainya.Aku hanya berserah diri kepada-Nya dan kepada apa yang akan ditakdirkan bagi diriku."
Nasihat dan kata-kata mutiara Habil itu didengar oleh Qabil namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sekali-kali tidak sampai menyentuh lubuk hatinya yang penuh rasa dengki, dendam dan iri hati sehingga tidak ada tempat lagi bagi rasa damai, cinta dan kasih sayang kepada saudara sekandungnya. Qabil yang dikendalikan oleh Iblis tidak diberinya kesempatan untuk menoleh kebelakang mempertimbangkan kembali tindakan jahat yang dirancangkan terhadap saudaranya, bahkan bila api dendam dan dengkin didalam dadanya mulai akan padam dikipasinya kembali oleh Iblis agar tetap menyala-yala dan ketika Qabil bingung tidak tahu bagaimana ia harus membunuh Habil saudaranya, menjelmalah Iblis dengan seekor burung yang dipukul kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh Iblis itu diterapkannya atas diri Habil di kala ia tidur dengan nyenyaknya dan jatuhlah Habil sebagai korban keganasan saudara kandungnya sendiri dan sebagai korban pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Penguburan Jenazah Habil
Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya.ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang semakin lama semakin busuk itu.Diletakkannyalah tubuh itu di sebuah peti yang dipikulnya seraya mundar-mundir oleh Qabil dalam keadaan sedih melihat burung-burung sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habil yang sudah busuk itu.
Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama kerana ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu.Allah s.w.t. Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh dan tidak berdosa itu tersia-sia demikian rupa, maka dipertunjukkanlah kepada Qabil, bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu menyodokkan gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak lalu berkata pada dirinya sendiri:"Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini?"
Kemudian kembalilah Adam dari perjalanan jauhnya.Ia tidak melihat Habil di antara putera-puterinya yang sedang berkumpul.Bertanyalah ia kepada Qabil:"Di manakah Habil berada?Aku tidak melihatnya sejak aku pulang."
Qabil menjawab:"Entah, aku tidak tahu dia ke mana! Aku bukan hamba Habil yang harus mengikutinya ke mana saja ia pergi."
Melihat sikap yang angkuh dan jawapan yang kasar dari Qabil, Adam dapat meneka bahawa telah terjadi sesuatu ke atas diri Habil, puteranya yang soleh, bertakwa dan berbakti terhadap kedua orang tuanya itu.Pada akhirnya terbukti bahawa Habil telah mati dibunuh oleh Qabil sewaktu peninggalannya.Ia sangat sesal di atas perbuatan Qabil yang kejam dan ganas itu di mana rasa persaudaraan, ikatan darah dan hubungan keluarga diketepikan sekadar untuk memenuhi hawa nafsu dan bisikan yang menyesatkan.
Menghadapi musibah itu, Nabi Adam hanya berpasrah kepada Allah menerimanya sebagai takdir dan kehendak-Nya seraya mohon dikurniai kesabaran dan keteguhan iman baginya dan kesedaran bertaubat dan beristighfar bagi puteranya Qabil.
Kisah Qabil dan Habil Dalam Al-Quran
Dan bacakanlah (wahai Muhammad) kepada mereka kisah (mengenai) dua orang anak Adam (Habil dan Qabil) yang berlaku dengan sebenarnya, iaitu ketika mereka berdua mempersembahkan satu persembahan korban (untuk mendampingkan diri kepada Allah). Lalu diterima korban salah seorang di antaranya (Habil), dan tidak diterima (korban) dari yang lain (Qabil). Berkata (Qabil):" Sesungguhnya aku akan membunuhmu!". (Habil) menjawab: "Hanyasanya Allah menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa; (Al-Maidah 5:27)
Maka nafsu jahat (Qabil) mendorongnya (sehingga ia tergamak) membunuh saudaranya, lalu ia membunuhnya. Oleh itu menjadilah dia dari golongan orang-orang yang rugi .(Al-Maidah 5:30)
Kemudian Allah hantarkan seekor burung gagak (menyuruhnya) mengorek-ngorek di bumi supaya, diperlihatkan kepada (Qabil) bagaimana cara menimbus mayat saudaranya. (Qabil) berkata: "Wahai celakanya aku! Alangkah lemah serta bodohnya aku, aku tidak tahu berbuat seperti burung gagak ini, supaya aku dapat menimbuskan mayat saudaraku?". Kerana itu menjadilah ia dari golongan orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah 5:31)
Pengajaran Dari Kisah Putera Nabi Adam a.s.
Bahawasanya Allah s.w.t. hanya menerima korban dari seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan sifat riyak, takabur atau ingin dipuji.Barang atau binatang yang dikorbankan harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan penghasilan yang halal.Jika korban itu berupa binatang sembelihan, harus yang sihat, tidak mengandungi penyakit atau pun cacat, dan jika berupa bahan makanan harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.
Bahawasanya penyelesaian jenazah manusia yang terbaik adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabil.itulah cara paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya, menurut firman Allah dalam surah "Al-Isra" ayat 70 yang bererti ; "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.Kami angkut mereka di daratan dan di lautan.Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Kisah Seorang Pembunuh 100 Orang Yang Masuk Surga.
Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim...
Dahulu di kalangan Bani Israil, ada seorang pria yang sangat kejam, yang telah membunuh 100 orang.
Suatu ketika dia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Dia pun berpikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah SWT.
Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.
"Para raja, jikalau budak-budaknya telah menua, mereka pasti akan memerdekakannya dengan pembebasan yang baik. Dan Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih mudah daripada itu. Sekarang sungguh aku telah menua dalam penghambaan diri, maka bebaskanlah diriku dari neraka"
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang masih berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-jarinya berlumuran darah. Ia datang bagaikan seorang yang panik sambil bertanya-tanya kepada semua orang: "Apakah aku masih bisa diampuni?"
Orang-orang berkata : "Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni."
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang - orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil.
Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Rahib tersebut keluar menyambutnya.
Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”
Si pembunuh bertanya: “Wahai rahib ahli ibadah, aku telah membunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”
Rahib itu spontan menjawab: "Tiada taubat bagimu!"
Rupanya Rahib tersebut telah memutus harapan lelaki pembunuh itu, padahal yang berhak menerima atau menolak taubat seseorang hanyalah Allah SWT.
Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.
...
Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanyakan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.
Ia bertanya kepada mereka: "Masih adakah jalan untuk bertaubat bagiku?"
Mereka menjawab: "Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang alim, tapi bukan seorang rahib."
Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajar.
Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.
Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: "Apakah keperluanmu datang kemari?"
Ia menjawab: "Aku telah membunuh 100 orang, maka masih adakah jalan taubat bagiku?"
Orang alim itu balik bertanya: "Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus."
Ia berkata: "Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah."
Orang alim berkata: "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu."
Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, di mana sebagian kampung itu memberikan pengaruh untuk berbuat durhaka dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti itu, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta memudahkannya untuk melakukan tindakan menentang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masyarakat yang di dalamnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para penghuninya."
"Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaulah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat."
Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, tiba-tiba ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.
...
Sebelum meninggal, dia sempat mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Dia memang belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, namun dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.
Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: "Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami."
Malaikat adzab berkata: "Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami."
Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.
Malaikat yang baru berkata kepada mereka: "Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik."
Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, ternyata Allah telah memerintahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.
Riwayat lain menyebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.
Pesan yang Terkandung Dalam Kisah di Atas
Pembunuhpun masih memiliki kesempatan untuk bertaubat. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, bagi siapa yang Dia kehendaki." (An Nisaa’: 48).
Yaitu Allah mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, apabila Dia menghendaki. Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama. Ayat ini juga menunjukkan tentang keutamaan ikhlas dan ikhlas merupakan sebab dosa terampuni.
Orang yang bertaubat hendaknya berpindah dari lingkungan yang jelek ke lingkungan yang baik. Karena bergaul dengan orang-orang sholeh merupakan penyebab iman menjadi kuat dan tipu daya setan makin lemah.
Dahulu di kalangan Bani Israil, ada seorang pria yang sangat kejam, yang telah membunuh 100 orang.
Suatu ketika dia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Dia pun berpikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah SWT.
Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia membebaskannya dari neraka.
"Para raja, jikalau budak-budaknya telah menua, mereka pasti akan memerdekakannya dengan pembebasan yang baik. Dan Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih mudah daripada itu. Sekarang sungguh aku telah menua dalam penghambaan diri, maka bebaskanlah diriku dari neraka"
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang masih berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-jarinya berlumuran darah. Ia datang bagaikan seorang yang panik sambil bertanya-tanya kepada semua orang: "Apakah aku masih bisa diampuni?"
Orang-orang berkata : "Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni."
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang - orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil.
Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Rahib tersebut keluar menyambutnya.
Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang. Si rahib berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.”
Si pembunuh bertanya: “Wahai rahib ahli ibadah, aku telah membunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?”
Rahib itu spontan menjawab: "Tiada taubat bagimu!"
Rupanya Rahib tersebut telah memutus harapan lelaki pembunuh itu, padahal yang berhak menerima atau menolak taubat seseorang hanyalah Allah SWT.
Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.
...
Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanyakan kembali kepada mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.
Ia bertanya kepada mereka: "Masih adakah jalan untuk bertaubat bagiku?"
Mereka menjawab: "Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang alim, tapi bukan seorang rahib."
Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya sedang mengajar.
Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.
Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia bertanya: "Apakah keperluanmu datang kemari?"
Ia menjawab: "Aku telah membunuh 100 orang, maka masih adakah jalan taubat bagiku?"
Orang alim itu balik bertanya: "Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat? Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan; bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus."
Ia berkata: "Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah."
Orang alim berkata: "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu."
Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau tinggal di kampung yang jahat, di mana sebagian kampung itu memberikan pengaruh untuk berbuat durhaka dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah imannya di tempat seperti itu, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan terasa ringanlah baginya semua dosa, serta memudahkannya untuk melakukan tindakan menentang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masyarakat yang di dalamnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para penghuninya."
"Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan bergaulah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan membantumu untuk bertaubat."
Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, tiba-tiba ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.
...
Sebelum meninggal, dia sempat mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Dia memang belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah, belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, namun dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.
Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata: "Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami."
Malaikat adzab berkata: "Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami."
Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.
Malaikat yang baru berkata kepada mereka: "Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik."
Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, ternyata Allah telah memerintahkan kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk mendekat.
Riwayat lain menyebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.
Pesan yang Terkandung Dalam Kisah di Atas
Pembunuhpun masih memiliki kesempatan untuk bertaubat. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, namun Dia mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, bagi siapa yang Dia kehendaki." (An Nisaa’: 48).
Yaitu Allah mengampuni dosa-dosa di bawah syirik, apabila Dia menghendaki. Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama. Ayat ini juga menunjukkan tentang keutamaan ikhlas dan ikhlas merupakan sebab dosa terampuni.
Orang yang bertaubat hendaknya berpindah dari lingkungan yang jelek ke lingkungan yang baik. Karena bergaul dengan orang-orang sholeh merupakan penyebab iman menjadi kuat dan tipu daya setan makin lemah.
Langganan:
Postingan (Atom)